28 Apr 2013

Mundur dari Parlemen, Legislator Bak Jilat Ludah Sendiri


JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah politisi partai yang saat ini duduk di kursi DPR RI, memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan sebagai wakil rakyat. Di antara mereka ada yang beralasan mundur karena ingin memperbaiki kondisi partai, namun ada juga yang mundur karena ingin maju dari partai lain. Inkonsistensi sikap wakil rakyat tersebut tentu saja mengingkari kepercayaan yang diberikan oleh rakyat kepada mereka.

Hal itu dikatakan oleh pengamat pemilu dari Formappi, Yurist Oloan. Menurutnya, wakil rakyat yang telah mengingkari kepercayaan yang diberikan oleh rakyat sebaiknya jangan mencalonkan diri kembali sebagai wakil rakyat.

"Tidak menutup kemungkinan hal itu akan terulang kembali jika nantinya mereka terpilih. Seharusnya dia punya komitmen yang jelas, bahwa ketika dia mundur dari parlemen, dia memang tidak mau bekerja lagi mewakili masyarakat. Artinya, akan berbeda apa yang disampaikan itu ketika dia mencalonkan lagi. Seperti 'menjilat ludah sendiri," kata Yurist saat ditemui di Jakarta, Minggu (28/4/2013).

Terlebih, menurutnya, pengunduran diri mereka menyebabkan ada ratusan ribu yang kehilangan wakilnya di Parlemen. "Anggota DPR yang seperti itu harusnya sadar diri. Maka secara moral, jangan ikut serta lagi, karena pernah mundur," ujarnya.

Tercatat, ada empat mantan anggota DPR yang ingin kembali lagi menyandang status wakil rakyat. Politisi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas, misalnya, telah mengundurkan diri beberapa waktu lalu karena ingin berkonsentrasi menjalankan tugasnya sebagai Sekretaris Jenderal Partai Demokrat. Kini ia masuk dalam daftar calon sementara (DCS) anggota legislatif dengan nomor urut 1 di daerah pemilihan yang sama ketika Pemilu 2009, yakni Jawa Timur VII. Dapil itu meliputi Kabupaten Pacitan, Ngawi, Trenggalek, dan Magetan.

Selain itu, ada pula Akbar Faizal yang tercatat sebagai bakal caleg Partai Nasdem dengan nomor urut 1 di dapil Sulawesi Selatan II. Sebelumnya, Akbar menjadi anggota Komisi II DPR dari Partai Hanura. Setelah bergabung dengan Nasdem, ia keluar dari Hanura dan DPR.

Di partai dan dapil yang sama dengan Akbar, ada politisi Malkan Amin yang berada di nomor urut 2. Sebelum pindah ke Nasdem, ia menjadi anggota Komisi V DPR dari Partai Golkar. Terakhir, Mamat Rahayu Abdullah yang juga tercatat dalam DCS Partai Nasdem dengan nomor urut 1 di dapil Banten II. Sebelum masuk ke Nasdem, Mamat menjadi anggota Komisi IX DPR dari Partai Golkar.

Sementara itu, pengamat politik dari Charta Politika Yunarto Wijaya menilai, fenomena ini menunjukkan banyak anggota Dewan yang tidak paham kode etik politik. Hal itu menurutnya, merupakan konsekuensi budaya politik di Indonesia yang tidak mengenal kode etik tersebut.

"Soal kode etik ini tidak hanya sebatas bagi mereka mengundurkan diri di tengah jalan saja. Hal ini juga berlaku terpidana, atau orang yang berpotensi menjadi tersangka dalam suatu kasus yang memutuskan untuk maju sebagai caleg," kata Yunarto saat dihubungi Kompas.com beberapa waktu lalu.

Khusus untuk kasus Ibas, Yunarto melihat, ada dua hal yang akhirnya menyebabkan Sekjen Partai Demokrat tersebut memutuskan untuk maju kembali sebagai caleg. Pertama, Ibas menganggap jika persoalan internal Partai Demokrat telah selesai. Dengan demikian, dirinya memutuskan maju karena situasi konflik di dalam partai berlambang mercy tersebut sudah terkendali.

"Kedua, Jendral Partai Demokrat ingin menguatkan posisinya di Parlemen. Dengan cara menguatkan kekuatan faksi Cikeas di sana," ujarnya.

Sumber:Kompas

Lorem ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry.


EmoticonEmoticon