8 Des 2013

Presiden SBY Wariskan Kelaparan dan Kemiskinan Seluruh Dunia

Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih / Ilustrasi
News Desa, Denpasar -- Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menolak kesepakatan Konferensi Tingkat Menteri World Trade Organization (WTO). Henry juga mengecam dukungan pemerintah terhadap kesepakatan yang diambil. Menurutnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mewariskan kelaparan dan kemiskinan seluruh dunia.

"Dengan disepakati Paket Bali satu paket soal pertani enggak ada gunanya untuk less developed country. Itu supaya negara industri bisa mendorong ekspornya saja. Tapi tidak ada yang menguntungkan untuk pertanian negara berkembang," ujar Henry ketika dihubungi Media Indonesia, Minggu (8/12).

Henry tidak sependapat kesepakatan 15% subsidi dari total produksi pangan tersebut lebih baik dari kesepakatan sebelumnya yang 10%, maupun perubahan harga dasar dari Putaran Uruguay. "Untuk apa? Subsidi itu 20-25% pun kenapa? Mereka (negara maju) waktu dulu membangun pertaniannya berapa persen subsidinya? Logikanya begitu," kritiknya.

Ia pun menyayangkan Pemerintah Indonesia selaku tuan rumah sekaligus negara berkembang justru memfasilitasi kesepakatan yang penuh kepentingan negara maju itu. Indonesia tidak bersikap keras seperti India, yang dalam pandangan Henry, akhirnya menerima keputusan terpaksa. India akhirnya bersedia keputusan subsidi itu dibahas kembali empat tahun dari sekarang.

"Hasil Bali tidak ada yang baru untuk melindungi, memperkaya negara, karena apa yang tertera di situ sama dengan hilangkan kedaulatan pangan kita. Saya katakan Presiden SBY mewariskan kelaparan dan kemiskinan seluruh dunia," cetus Henry.

Henry meminta agar pemerintah memperjuangkan kesepakatan yang lebih adil untuk kedaulatan pangan, yakni agar WTO sama sekali tidak mengatur kebijakan pangan apa pun, baik subsidi maupun kebijakan lainnya.

"Sejak WTO berdiri kelaparan dan kemiskinan meningkat dari 825 juta di 1996, sekarang sudah 1 miliar. Di Indonesia dalam 10 tahun jumlahnya kira-kira tetap dari 2003 angkanya 31 juta kepala keluarga, sekarang 26 juta," tutup Henry. (Gayatri)

Sumber: Metrotvnews.com

Lorem ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry.


EmoticonEmoticon