Sebagaimana menjadi wartawan atau profesi seperti dokter, menjadi anggota legislatif juga hak semua warga negara.
Namun, karena profesi ini bertautan erat dengan kepentingan publik, juga dengan kepentingan bangsa, pelaksanaan hak tersebut harus disertai dengan kriteria, syarat dan ketentuan, serta kode etik yang ketat.
Tanpa disertai apriori, kita ingin menuliskan beberapa catatan terkait dengan fenomena yang sebenarnya sudah dimulai semenjak beberapa pemilu terakhir, tetapi tampak semakin menguat.
Pesan bahwa kita jangan apriori juga digarisbawahi oleh politikus Partai Golkar, Tantowi Yahya. Ia mengatakan, anggota legislatif dari latar belakang aktivis memang diunggulkan, tetapi kualitas dan kemampuannya belum tentu baik, bahkan sebagian terlibat kasus hukum. Tidak sedikit pula anggota bukan artis yang tidak berkontribusi dalam sidang-sidang komisi atau paripurna. Sebaliknya, sosok seperti dirinya atau Dedi "Miing" Gumelar dari PDI-P, sekadar menyebut nama, termasuk yang dinilai berkinerja baik.
Kita sendiri berpandangan, bila proses perekrutan partai politik berlangsung secara sistematik dan konseptual, dalam arti tidak semata menjelang pemilu menjadikan pesohor sebagai jalan pintas untuk meraup suara pemilih, artis pun berpeluang untuk menjadi politisi berbobot.
Melalui perekrutan kader yang sistematik, parpol bisa mempersiapkan program untuk menggembleng kader dengan wawasan politik, ideologi, membekali mereka dengan pengetahuan tentang problem bangsa, dan menantang mereka untuk menemukan solusinya.
Ini proses yang dulu dilakukan politisi di era pergerakan. Bung Karno mendapatkan gemblengan dari para senior, kemudian ia melanjutkan tradisi itu dengan menggembleng kader PNI melalui kursus-kursus tentang paham kebangsaan dan lain-lain topik. Yang penting tidak saja untuk mengobarkan semangat kebangsaan, tetapi juga membentuk kader menjadi politisi yang kaya pengetahuan dan wawasan.
Dalam teori, kualitas atau kemampuan bisa lahir karena tiga hal. Pertama karena bakat, kedua oleh kursus kilat, dan ketiga karena upaya mengembangkan diri selama bertahun-tahun.
Kita berharap, para caleg—bukan saja dari kalangan pesohor, melainkan juga dari latar belakang lain—dapat memahami masalah ini sehingga saat sekarang maju sebagai caleg, yang menjadi latar belakang adalah panggilan hidup untuk mengemban tugas mulia tetapi berat ini.
Berat bukan semata kelak jika terpilih mereka harus siap menjalani proses legislasi melalui sidang dan debat panjang, melainkan karena mereka dituntut untuk punya visi, wawasan, dan pengetahuan memadai. Dengan semua itu, tidak saja partai pengusung yang akan bangga karena kadernya berbobot, tetapi bangsa pun bisa berharap akan lahirnya produk legislasi yang berbobot dan bermaslahat bagi bangsa dan negara.
(Tajuk Rencana Kompas, 30 April 2013)
EmoticonEmoticon