6 Apr 2013

Kompetisi antar Herbivora

Di dalam dunia hama tanaman pangan dan hortikultura ada satu fenomena yang didalam banyak pustaka dikenal sebagai "Competitive displacement"  yang bisa diartikan sebagai kompetisi berebut ruang, karena dari peristiwa tersebut yang terjadi dan bisa diamati adalah hilangnya suatu jenis hama dari satu ruang habitat dan dengan sangat cepat digantikan oleh jenis hama yang lain yang lebih ganas dan lebih sulit penanggulangannya atau bisa juga datangnya satu jenis hama menggeser keberadaan hama lain yang habitatnya sama.

Meskipun kejadian ini pada tanaman pangan rutin terjadi setiap musim tetapi tidak pernah dipahami oleh para petugas lapangan Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan dan pada saat peristiwa terjadi yang muncul justru berbagai statemen atau bahkan polemik yang tidak jelas. 

Fenomena kompetisi memang tidak mudah dipahami meskipun secara visual sebagian hama yang terlibat bisa terlihat jelas dengan mata telanjang dan fenomena kompetisi tidak berarti ada peristiwa saling menyerang ataupun mengusir diantara hama-hama tersebut.

Dalam keadaan normal, serangga-serangga hama berada pada ruang habitatnya masing-masing dan pada saat suatu jenis hama hilang yang disebabkan oleh faktor alam ataupun penggunaan insektisida, serangga lain yang menjadi kompetitornya akan menggantikan posisi hama yang hilang tersebut karena memang ruang yang diperebutkan merupakan ruang yang ideal untuk kehidupannya.

Kompetisi

Dari pengamatan sederhana ada beberapa bentuk kompetisi diantara serangga hama atau lebih luas lagi diantara arthropoda yang pernah ditemukan, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Kompetisi antar genus – insekta : Nilaparvata vs Sogatella



Kompetisi yang paling mudah ditemukan karena hampir terjadi setiap musim atau bulan selama masih ada tanaman yang ideal sebagai inang adalah kompetisi antara genus Nilaparvata ( wereng batang coklat ) dengan genus Sogatella ( wereng batang punggung putih ) keduanya dari familidelphacidae (wereng batang). 

Di dalam komunitas wereng batang padi ada dua spesies dari dua genus yang mempunyai perilaku merusak hampir sama dan diantara kedua genus tersebut WBC adalah yang bisa dikatakan konsisten berada di dalam ekosistem padi setiap saat, sedangkan WBPP hanya sekali-sekali muncul.

Di dalam kompetisi ini, Sogatella bersifat superior, pada saat-saat WBPP mulai muncul, populasi WBC berangsur angsur berkurang, setidaknya porsinya di dalam kompleks wereng batang menurun sampai pada kondisi tertentu WBPP menguasai seluruh habitat wereng batang. Peristiwa ini bisa diamati dengan mudah di rumah kaca pada saat kondisi lingkungan mendukung, karena apabila petugasnya kurang cermat WBC yang direaring di dalam rumah kaca yang tertutup rapat tanpa disadari sebagian atau seluruhnya berganti dengan WBPP . 

Apa yang terjadi di lapangan bisa terjadi di rumah kaca, sebaliknya pada saat lingkungan tidak mendukung dimana di lapangan tidak terjadi kompetisi, di rumah kaca juga tidak terjadi. Kompetisi ini tidak bisa dipaksakan atau dibuatkan kondisi artificialnya di rumah kaca dan ada perbedaan sangat prinsip diantara kedua genus, dimana untuk WBC hampir tidak pernah masuk dengan sendirinya ke rumah kaca meskipun berada di tepi hamparan sawah, sebaliknya WBPP bisa datang dengan sendirinya ke ekosistem padi meskipun di tengah permukiman yang jauh dari areal sawah.

Fenomena yang terjadi di tingkat petani di lapangan, setelah diaplikasikan insektisida untuk mengendalikan populasi wereng batang, yang terjadi kerusakan tanaman justru meningkat, seolah populasi wereng batang masih utuh dan aplikasi ulang sering tidak bisa menyelesaikan masalah sehingga terjadi hopperburn. Opini yang muncul kemudian yang paling populer adalah werengnya kebal racun, ketahanan varitas patah, perubahan biotip, teknik aplikasinya salah atau statemen-statemen lain yang tidak pernah bisa dibuktikan karena dari musim ke musim, tahun ke tahun fenomena ini terus terjadi.

Pada saat itu bisa jadi populasi kompleks wereng batang yang ada merupakan populasi campuran atau bahkan seluruhnya telah berubah menjadi WBPP dan pengendalian dengan racun tertentu hanya membunuh populasi WBC. Racun yang efektif untuk WBC tidak semua berlaku untuk WBPP, tetapi racun yang efektif untuk WBPP semua bisa berlaku untuk WBC. Terminologi tahan wereng hanya berlaku untuk WBC sedangkan untuk WBPP sampai saat ini tidak mengenal varitas tahan, semua varitas yang berstatus sangat tahan terhadap WBC bisa puso oleh WBPP.

Fenomena ini berbeda dengan fenomena reserjens yang kadang2 dikatakan sebagai kompetisi juga, akan tetapi pada kasus reserjens yang terjadi adalah hilangnya regulasi untuk kompleks wereng batang dan sifatnya kompleks, yaitu berupa hilangnya parasitoid, predator, buffer dan kompetitor sekaligus.

2. Kompetisi antar famili – insekta: Jassidae >< Delphacidae



Kompetisi ini masih terkait dengan kompetisi antar genus, yaitu kompetisi antar famili jassidae (wereng daun/leafhopper) dengan delphacidae (wereng batang/planthopper), keduanya dari ordo homoptera dan di dalam kompetisi ini wereng daun bersifat superior. Pengertian bahwa habitat wereng batang adalah di bagian batang atau di bagian bawah rumpun padi rasanya tidak tepat. Komunitas wereng batang berada di bagian bawah adalah lebih disebabkan oleh alasan kompetisi antar famili, karena sepanjang populasi wereng daun masih utuh alami, komunitas wereng batang akan tetap bertahan dibagian bawah tanaman, sedangkan pada prinsipnya hama apapun akan lebih menyukai bagian tanaman yang lebih muda sampai dengan jaringan meristem.

Pengalaman berharga dengan kompetisi antar famili ini di negeri ini adalah pada saat terjadi krisis wereng coklat tahun 1986, dimana pada saat itu secara alamiah populasi WBC bisa berkembang sampai dengan tingkatan sangat tinggi terutama pada varitas yang berstatus peka seperti Pelita 1/1, Pelita 1/2, Atomita 1, Cisadane, Krueng Aceh dll. Peristiwa dimaksud terjadi hampir sepanjang tahun pada sentra-sentral produksi padi di seluruh indonesia terutama di pulau jawa.

Pada varitas Pelita, meskipun populasi rata2 saat itu mencapai >400 ekor per rumpun tetapi pada petakan petakan dimana tidak diperlakukan dengan insektisida dan populasinya wereng daunnya masih utuh, intensitas kerusakan tertinggi hanya sebatas sedang.

Apabila seluruh populasi wereng daun dihilangkan, seluruh populasi wereng batang akan berpindah dan menghuni bagian daun dan malai sejak nimfa instar 1 dan sudah bisa menimbulkan masalah serius cukup dengan populasi 1-2 ekor nimfa kecil per tunas pada fase tanaman yang masa panennya masih lama, karena pada kondisi seperti ini bentuk kerusakan fatal tanaman tidak selalu berupa hopperburn, tetapi stagnasi permanen dan warna daun masih hijau sampai berbulan bulan. Masalah ini menimbulkan polemik yang tidak pernah berkesudahan mengenai ambang ekonomi, ambang kendali, teknik aplikasi insektisida, kriteria puso dll., bahkan sampai saat ini.

Jenis wereng daun padi yang paling mudah dikenali antara lain wereng hijau ( Nephotettix nigropictus dan N. virescens), wereng loreng (Recilia dorsalis), wereng thaia (Thaia oryzivora), wereng putih besar (Tettigionella spectra) dll.

3. Kompetisi antar ordo insekta : Lepidopetra >< Homoptera




Kompetisi antar ordo mudah ditemukan pada pertanaman hortikultura, khususnya pada tanaman sayuran dari famili cruciferae di daerah endemik ulat daun Plutella dan kutu daun Myzus, yaitu antara ordo Lepidopetra dengan ordo Homoptera. Penggunaan insektisida berbahan aktif bakteri BT yang berspektrum sangat sempit memang sangat efektif untuk mengendalikan populasi Plutella, tetapi pada saat populasi Plutella total habis, beberapa hari kemudian muncul kutu daun Myzus dalam jumlah sangat banyak dan pengendaliannya relatif lebih sulit disamping Myzus bisa menjadi masalah baru karena dianggap menularkan virus selain kemampuan merusak langsungnya juga tinggi. Di lapangan, kompetisi ini mudah terjadi pada saat musim kemarau, karena Myzus sangat tidak menyukai kondisi basah.

4. Kompetisi antar kelas – arthropoda : Insecta >< Arachnida



Kompetisi antara kelas di dalam filum arthropoda yang sering ditemukan, adalah kompetisi antara kutu daun (Aphis craccivora) dengan tungau kuning (Polyphagotarsonemus latus) pada tanaman kacang panjang yang ditanam di pekarangan rumah. Penggunaan insektisida berbahan aktif BPMC yang sangat efektif untuk mengendalikan kutu daun bisa menimbulkan masalah baru terutama pada daerah endemik tungau kuning penyebab keriting cabai. 

Beberapa hari setelah aplikasi BPMC, populasi kutu daun memang bersih tetapi sebagian daun-daun kacang panjang mulai melengkung dan di bagian dalam warna hijau berubah menjadi keunguan yang merupakan ciri khas tungau kuning. Tungau kuning menjadi masalah baru, selain kecepatan merusaknya sangat cepat diantara hama-hama tanaman pangan dan hortikultura lainnya, pengendaliannya lebih sulit, populasinya tidak tampak dengan mata telanjang atau bahkan dengan loupe perbesaran rendah, sehingga menimbulkan misinterpretasi dengan gejala kerusakan tanaman.




Berdasarkan fenomena kompetisi, ada beberapa hal di dalam konteks perlindungan tanaman yang perlu direnungkan:

  • Insektisida berspektrum sempit lebih menguntungkan
  • Pengendalian wereng hijau
  • Perlunya data terinci mengenai perbandingan populasi antara WBC dan WBPP di dalam setiap laporan pengamatan.
  • Wereng daun sebagai regulator wereng batang
  • Pengembangan pola pikir didalam PHT menyangkut ambang ekonomi, ambang kendali, teknik aplikasi insektisida, varitas tahan, regulasi hama dll.
(Info Tani / Forum Komunikasi Petani Aceh)

Lorem ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry.


EmoticonEmoticon