1 Mei 2013

Petuah Terakhir Abu Panton

Oleh Teuku Zulkhairi
-
Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Raaji’un (Sesungguhnya semua datang dari Allah dan akan kembali kepadaNya). 

TEUNGKU H Ibrahim Bardan yang dikenal dengan panggilan Abu Panton,  kini telah tiada. Beliau telah “dipanggil” menghadap Allah swt di usianya yang ke 68. Patut kita renungkan bahwa meninggalnya ulama adalah padamnya sebuah “pelita” dan musibah besar bagi umat karena itu pertanda dicabutnya ilmu sehingga pada saat itu membuka peluang dijadikannya orang-orang bodoh sebagai pemimpin dan panutan. Rasulullah saw mengingatkan kita: “Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu begitu saja dari diri para ulama, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan matinya para ulama, sehingga jika tidak tersisa seorang ulama pun, maka masyarakat akan mengambil orang-orang bodoh sebagai pemimpin, jika mereka ditanya mereka menjawab tanpa ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari).

Namun demikian, kita berharap agar pemikiran dan petuah Abu Panton tidak hilang seiring dengan menghadapnya beliau keharibaan Tuhan. Sebagai seorang ulama yang aktif berdakwah dan membina masyarakat, banyak nasihat dan petuah-petuah beliau yang mungkin masih kita ingat. Di antaranya, allahuyarham Abu Panton meninggalkan kepada kita sebuah buku monumental yang berjudul Resolusi Konflik dalam Islam. Dalam kondisi Aceh seperti saat ini, barangkali isi buku ini paling harus dikaji khususnya oleh penguasa di Aceh saat ini. 

Resolusi konflik

Buku tersebut kita harapkan menjadi pijakan bagi semua pihak dalam rangka mencegah munculnya setiap potensi konflik baru, dengan cara membumikan kiat-kiat resolusi konflik dalam Islam kepada semua komponen di Aceh. Untuk itu, kita berharap pemerintah Aceh secepatnya membantu memperbanyak dan menyebarkannya agar semua umat Islam di Aceh mengetahui isinya. Jangan sampai petuah atau nasihat-nasihat beliau bagi kita semua turut hilang pasca meninggalnya beliau. 

Di balik itu, menyadari bahwa ulama Aceh semakin sedikit, ulama-ulama besar Aceh telah banyak yang meninggal, maka semua pihak di Aceh harus berupaya menulis pemikiran-pemikiran ulama Aceh yang masih hidup hari ini. Jangan sampai, meninggalnya ulama benar-benar menjadi petaka bagi kita semua sebagaimana diingatkan oleh Rasulullah dalam hadis di atas. Kita berharap, instansi pemerintah seperti Badan Dayah, Dinas Pendidikan, Kementerian Agama, Perguruan Tinggi sebagai lembaga akademisi membuat program untuk mengkaji dan membukukan pemikiran serta nasihat-nasihat ulama Aceh yang masih hidup satu dua lagi. 

Petuah dalam tulisan ini adalah beberapa pemikiran Abu Panton yang kami rekam dan catat dalam sebuah pertemuan ulama Aceh untuk merumuskan masukan-masukan bagi pembangunan Aceh yang dipimpin oleh Tgk HM Yusuf A Wahab di Hotel Rasamala Indah, Banda Aceh, pada 13-15 Oktober 2012 lalu. Sebagai panelis acara tersebut, bersama Tgk Ismi Amran, kami merekam dan mencatat beberapa petuah agama dari Abu Panton. 

Pertemuan itu juga dihadiri ulama Aceh lainnya seperti Abu Mudi, Tgk Syarkawi Abdul Samad, Waled Husaini, Tgk Hasbi Albayuni, Tgk Faisal Lamno, Waled Bukhari Bakongan, Tgk H Faisal Ali, Tgk Muntasir A Kadir, Syaikh Muhajir, Tgk Alizar dan sebagainya. Saat itu, almarhum Abu Panton berbicara sangat serius yang menandakan kecintaan dan kesungguhan beliau dalam menyebarkan dakwah Islam. Suara beliau jelas, tegas dan bijaksana yang menandakan luasnya ilmu beliau serta ketegasannya dalam mempertahankan akidah.

Dalam tausyiahnya saat itu, Abu Panton memberi saran kepada pemerintah agar betul-betul memberi perhatian pada penguatan syi’ar agama di gampong-gampong. Pemerintah harus membuat program untuk menghidupkan shalat berjamaah dan pengajian di gampong-gampong. Abu juga mengingatkan agar sesudah shalat magrib harus ada pengajian kitab kepada masyarakat. Dan untuk mewujudkan hal ini harus ada perhatian dan instruksi dari pemerintah serta di dukung dengan penyediaan dana oleh pemerintah. 

Selain itu, program-program syi’ar Islam di gampong atau meunasah harus didukung secara serius oleh keuchik atau kepala desa setempat. Ini artinya, Abu Panton menyadari bahwa penguatan syi’ar agama di Aceh sekarang harus diperkuat di gampong-gampong dan pemerintah harus mendukungnya secara total. Abu juga berpesan, jangan sampai ada Imum Gampong yang tidak bisa memandikan jenazah. Artinya, pemerintah dalam hal ini Dinas Syariat Islam yang bekerjasama dengan lembaga ulama seperti MPU, HUDA dan Inshafuddin harus memberi penataran kepada setiap imum gampong secara menyeluruh terkait hal-hal yang ber.

Abu Panton juga memberi masukan agar pemerintah bisa menyeleksi da’i atau pendakwah dengan mengeluarkan surat dari pemerintah dengan rekomendasi para ulama sehingga tidak ada lagi ajaran sesat. Untuk hal ini, Abu memandang perlunya dibentuk suatu badan penelitian kesempurnaan pendidikan agama di Aceh agar kasus aliran sesat bisa dicegah. Beliau juga mengusulkan, Imam masjid di daerah Aceh harus menjadi perwakilan MPU sehingga data agama di gampong bisa dibawa ke MPU kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi. 

Hal itu menandakan bahwa Abu Panton memahami betul pentingnya administrasi dan manajemen yang rapi dalam berdakwah dan penguatan ajaran agama. Selain itu, Abu juga mengusulkan, agar pemerintah meneliti persoalan agama yang berkembang di Aceh hingga nanti tidak berkembang ajaran atau aliran sesat yang bisa berakibatnya pada kekacauan di masyarakat. Fenomena keagamaan dan cara memahami agama masyarakat Aceh harus senantiasa terus dalam kajian dan perhatian serius karena memang seorang pemimpin itu bertanggungjawab dunia dan akhirat.

Penguatan agama
Dalam rangka penguatan agama di ranah pendidikan, Abu Panton mengatakan harus ada muatan agama dalam segala kurikulum pendidikan. Ini bermakna, bahwa pemikiran Abu Panton sejalan dengan pemikiran tokoh pendidikan Islam dunia semisal Naquib Alattas yang menggagas proyek Islamisasi pendidikan. Harus kita akui, satu sebab sulitnya implementasi syariat Islam di Aceh saat ini adalah disebabkan minimnya dukungan dari ranah pendidikan dengan berbagai institusinya. 

Pelajaran-pelajaran umum yang diajarkan kepada siswa sangat jarang mampu dikorelasikan dengan nilai-nilai agama. Bahkan yang lebih ironis, di lembaga pendidikan umum pelajaran agama sangat sulit mendapatkan tempat. Abu juga menyampaikan agar pemerintah lewat Dinas Pendidikan maupun Badan Dayah untuk menyusun buku agama yang tidak ada khilafiyah seperti buku akidah agar jangan sampai buku akidah anak SD, SMP, SMA bahkan perguruan tinggi harus diimpor dari luar. 

Dalam aspek pengamalan agama, Abu Panton memandang perlunya ketegasan agar pemerintah untuk “Penegakan hukum itu harus tegas dalam menegakkan syariat seperti shalat berjama’ah, jika ada pegawai yang tidak shalat Jum’at agar di tangkap aja. Bahkan, Jama’ah wajib sesuai dengan amanah Nabi untuk menampakkan kesatuan dan persatuan umat Islam. Dalam pertemuan tersebut, Abu juga mengusulkan agar diadakannya dakwah untuk menjawab tantangan atau hal-hal baru yang masuk ke Aceh. Wallahu a’lam bishshawab.

* Teuku Zulkhairi, MA, Ketua Departemen Riset Rabithah Thaliban Aceh (RTA). Email: abu.erbakan@gmail.com

Sumber: Serambi Indoensia, 1 Mei 2013

Lorem ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry.


EmoticonEmoticon