6 Mei 2013

Terlalu Cepat Puas Diri

Sindrom cepat puas diri, yang diduga memengaruhi dinamika kebijakan, membuat bangsa Indonesia menyia-nyiakan momentum reformasi ekonomi.

Secara jelas Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar mengingatkan, bangsa Indonesia terlalu cepat berpuas diri atas capaian yang diperoleh di tengah krisis ekonomi global. Peringatan tentang bahaya puas diri itu menjadi penting karena pekan lalu lembaga Standard & Poor's menegaskan, Indonesia menyia-nyiakan momentum reformasi ekonomi. Potensi memperbaiki peringkat utang untuk 12 bulan ke depan lewat begitu saja.


Sebagai dampaknya, proyeksi perekonomian Indonesia turun dari positif ke stabil. Penurun ini antara lain akan berdampak pada aliran investasi asing jika tidak segera dilakukan reformasi bidang kebijakan. Secara khusus Standard & Poor's menyebutkan, peringkat utang Indonesia dapat dinaikkan lagi apabila pemerintah menyelesaikan reformasi kebijakan, antara lain dalam merasionalisasi subsidi dan mengurangi beban utang.


Potret kerumitan melakukan reformasi kebijakan antara lain terlihat jelas dalam kasus polemik berkepanjangan soal penghematan dan isu kenaikan harga bahan bakar minyak. Tarik ulur waktu, apakah harga BBM dinaikkan atau tidak, hanya menciptakan ketidakpastian dan dijadikan bahan spekulasi yang sama sekali tidak produktif.


Mungkin saja tidak banyak pihak yang terlalu sensitif dengan urusan kebijakan subsidi dan beban utang karena perekonomian dinilai tetap tumbuh di tengah krisis perekonomian global. Namun, sikap tidak peduli dan cepat merasa puas diri merupakan jebakan berbahaya karena menutup jalan bagi perubahan dan perbaikan.


Ekspresi sikap cepat puas diri antara lain terlihat jelas pada lemahnya dorongan menyelesaikan berbagai persoalan. Tidak sedikit agenda penting, seperti upaya memerangi korupsi, terkesan dibiarkan berputar-putar di tempat. Tidak banyak langkah maju, bahkan praktik korupsi terus mengganas dari pusat sampai ke daerah.


Penilaian Standard & Poor's kiranya menjadi masukan penting tentang bahaya sikap cepat puas diri. Bangsa Indonesia dituntut tidak boleh cepat puas diri karena bisa tertinggal oleh bangsa-bangsa lain. Sungguh menjadi tantangan berat bagi bangsa Indonesia karena bangsa-bangsa lain terus berpacu dalam mendorong kemajuan.


Upaya mendorong kemajuan terus berpacu dengan waktu, yang tidak hanya berlari tunggang langgang, run away, tetapi juga terbang, time flies, di tengah dunia yang semakin landai. Hanya bangsa yang tak mudah terkena sindrom cepat puas diri memiliki mimpi besar, pikiran dan visi yang berjangkauan jauh ke depan.


Sindrom cepat puas diri dan lupa diri yang sedang mengancam bangsa Indonesia dikhawatirkan akan menjadi jebakan berbahaya jika tidak segera mengubah diri untuk terus mengejar kemajuan dan mendorong semangat berkompetisi dengan kemajuan bangsa lain.


(Tajuk Rencana Kompas, 6 Mei 2013) 

Lorem ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry.


EmoticonEmoticon