"Dengan sepenuh penghormatan, artikel ini ditulis sebagai wujud apresiasi kepada kaum perempuan. Sebuah bentuk penghargaan setinggi-tingginya, karena mereka adalah ibu peradaban".Harta Pusaka
Sebelum menapak lebih jauh, ada baiknya terlebih dahulu kita mengetahui arti keperawanan. Secara morfologi atau tasrifiyah ketatabahasaan Indonesia, kata keperawanan merupakan hasil proses afiksasi (pengimbuhan) ke-an dari bentuk dasar kata perawan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), perawan berarti; 1. Anak perempuan yang sudah patut kawin; anak dara; gadis; 2. Belum pernah bersetubuh dengan laki-laki; masih murni meskipun umurnya 30 tahun, 3. Belum digarap (diusik-usik, dijamah, dsb). Sedangkan keperawanan bermakna prihal perawan; kesucian (kemurnian) seorang gadis; kegadisan.
Imange |
Sepuluh sisanya dibagi untuk cantik, pintar dan lain-lain. Ini skor yang tidak main-main. Nyatanya, kebanyakan laki-laki menginginkan calon istri yang masih perawan. Tapi ironisnya, kaum hawa justru sering kali tidak lagi ambil peduli. Harga keperawanan seolah diobral murah. Terlebih lagi, hanya dengan dalil cinta mereka rela memberikan "gratis" dengan cara "transaksi ilegal" (baca:diluar nikah).
Dunia Krisis Perawan
Saya, Anda, atau siapapun, saat ini tengah hidup di sebuah zaman ketika ilmu pengetahuan berkembang pesat. Demikian subur, seperti jamur di musim hujan. Tidak bisa dipungkiri, kemajuan pengetahuan telah membawa dampak globalisasi, yaitu perubahan yang menyeluruh.
Berbicara tentang globalisasi tentu searah dengan sejumlah mahar yang harus dibayar sebagai ganti rugi untuk sebuah kata; modernisasi. Setiap perubahan akan menghasilkan pergeseran. Dan sedikit dari perubahan yang terpenting adalah pergeseran moral. Sisi gelap modernisasi.
Bagi siapapun, terutama bagi mereka yang tengah menjalani hidup sebagai remaja, yakni masa perubahan dari anak-anak ke dewasa yang labil terhadap goncangan psikis (kejiwaan), ledakan emosi, dan titik ego yang memuncak, ada kalanya sekecil apa pun informasi yang diserap diubah sebagai dasar keingin tahuan untuk dibuktikan kebenarannya. Tak terkecuali masalah seks. Namun negatifnya, bagi remaja, seks hanya dimaknai sebagai praktik dan cenderung berorientasi pada keinginan untuk melakukannya.
Dewasa ini, masalah seks selalu menjadi sorotan serius. Topik pembicaraan yang tak habis-habisnya untuk diperbincangkan, dan tidak akan pernah bosan untuk diperdebatkan. Sejalan dengan maraknya free sexs yang menyusup dikalangan remaja kekinian, harta pusaka keperawanan seolah menjadi barang langka yang sulit di dapat. Sama halnya dengan krisis finansial, krisis perawan sepatutnya juga harus dicarikan jalan terang.
Jika kita menilik kembali sub judul diatas, memang berkesan berlebihan. Apa boleh buat. Tapi artikel ini memang benar-benar tidak keliru. Buktinya hasil riset yang dilakukan Komisi Nasional Perlindungan Anak menyebutkan 62,7 % siswi SMP di Indonesia sudah pernah melakukan hubungan seks. Fakta ini memang mengagetkan tapi belum seberapa. Coba bandingkan dengan hasil penelitian Lip Wijayanto dari lembaga Studi Cinta dan ke manusiaan, mencatat 97, 05 % dari 1660 mahasiswi yang kuliah di Jogjakarta sudah tidak perawan lagi. Dengan perincian, hanya sekitar 49 mahasiswi saja yang masih suci. Walaupun kebenaran data Lip Wijayanto tergolong sudah kadaluarsa karena dilakukan pada tahun 2002, tapi yang lebih menakutkan adalah kecurigaan jumlah tersebut bisa bertambah di tahun 2010 ini.
Sungguh memperihatinkan membayangkan kenyataan bahwa kaum perempuan di dunia ini tengah berada pada titik krisis keperawanan. Seks pranikah bukan lagi dianggap sebagai suatu yang terlarang. Akibatnya, resiko Penyakit Menular Seksual (PMS) diderita mereka. Inilah penemuan terbaru Dr Jan E. Paradise dari Boston Universitas School of Medicine, Massachussetts, yang hasil risetnya dipublikasikan Jurnal of Adolescent Health.
Dalam penelitiannya, wanita bergelar doktor ini membagikan kuesioner (metode pengambilan data dengan cara membagikan lembaran kertas yang berisi pertanyaan) kepada 197 remaja Putri berusia 14 tahun ke atas. Gadis-gadis muda itu ditanyai berbagai pertanyaan, termasuk diantaranya kegiatan seksual mereka serta apa yang menjadi motivasi mereka melakukan hubungan intim.
Hasilnya, memang tidak semua remaja itu pernah melakukan hubungan seksual. 40 orang dari mereka mengaku masih perawan "ting-ting". Tapi mayoritas responden, atau 132 orang berterus terang mengungkapkan bahwa mereka pelaku aktif seksual. Sedang 25 orang sisanya mengaku beberapa bulan belakangan ini sudah tidak melakukan hubungan seks. Adapun alasan atau yang memotivasi mereka giat dalam praktek terlarang itu adalah : 86 % menjawab, "Habis saya suka atau cinta dia (Pacar).". Dan 86 % beralasan "Habis, saya memang suka bersenggama”.
Agaknya remaja kita dan dunia barat tidak jauh berbeda. Hal ini disebabkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (Internet dan handphone) yang diserap hanya dari segi buruknya saja. Pengaruh media masa baik itu cetak (majalah, koran dll) atau pun elektronik (televisi, radio dsb) masing-masing bertanggung jawab atas pergeseran moral yang menimpa generasi muda.
Di tambah lagi, saat ini, internet dan handphone seolah menjadi pintu gerbang masuknya unsur-unsur negatif. Dua media ini sedang marak-maraknya digandrungi remaja kekinian. Tradisi seks tidak lagi mutlak dalam kehidupan nyata, melainkan bisa dilakukan di dunia maya, tanpa ada batas ruang dan waktu.
Sexs online, sexs phone, situs-situs pornografi, tayangan asusila yang menggugah iman, semuanya bertebaran tanpa batas, membuat generasi muda dengan mudah mendownload atau mengunduh file berbau syahwat. Bahkan dalam sebuah keterangan, 93 % dari pelajar sudah pernah melihat video porno.
Imbasnya, karena sudah terbiasa berinteraksi dengan hal-hal terlarang membuat remaja terdorong lebih jauh untuk memperaktikkan apa yang telah mereka lihat/serap. Berpacaran sambil berpegangan tangan adalah hal yang biasa. Kissing (berciuman) bukan sesuatu yang tabu. Petting (meraba daerah X) sudah menjadi ritual wajib, sampai hubungan seks pranikah pun dianggap hak asasi yang tak seorang pun boleh mencampuri urusan pribadi orang lain. Sangat menyedihkan melihat kenyataan rusaknya moral negeri ini.
Walaupun sejatinya krisis "perawan" tidak mutlak karena kesalahan kaum perempuan semata, melainkan ada pihak laki-laki yang ambil bagian, tapi hasil akhir tetaplah kaum hawa yang menjadi korban. Sebaliknya, kita pun tidak bisa menuntut bani Adam.
Mengatasi kasus ini diharapkan pihak keluarga yang menjadi pusat pendidikan pertama dan utama bagi seorang anak harus menjadi kontrol, memantau perkembangan, pergaulan, serta mengarahkan kepada hal-hal positif. Selain itu masyarakat pun harus ambil bagian, ditambah lagi pihak sekolah. Dunia pendidikan seharusnya mampu memberikan pengetahuan berupa ilmu agama, moral, serta pendidikan seks yang intinya menjelaskan arti penting reproduksi, dampak negatif seks bebas terhadap penyebaran virus HIV, dan penyakit menular seksual.
Namun yang terpenting adalah kesadaran dari setiap individu itu sendiri, terutama perempuan usia-remaja khususnya. Cobalah tanamkan betapa berharganya nilai keperawanan. Menjaganya sampai kepada jenjang pernikahan adalah sebuah kehormatan yang luar biasa. Harta pusaka yang tidak ternilai. Dan yang patut anda camkan dalam diri adalah dengan menjaga keperawanan berarti anda telah berpartisipasi mencegah terjadinya krisis keperawanan. Bukankah perempuan adalah ibu peradaban..!? Wallahu'alam. (*)
Sumber: Pasantren Nurul Cholil
Kuesioner Tes Perawan, Tes Keperawanan Haram, MPU Aceh haram tes kuesioner perawan, tes keperawanan siswa resah wali murid
EmoticonEmoticon