6 Okt 2013

Jokowi Capres, PDIP tak Perlu Koalisi

Jakarta - PDIP hendaknya jangan sampai berkoalisi untuk memajukan Capres, karena koalisi selalu berakhir dengan “aroma busuk” transaksi dagang sapi hingga pembagian kursi menteri. Jabatan menteri akhirnya diisi politisi yang belum tentu profesional.
Jokowi

“Maka hanya satu jalan agar PDIP jangan koalisi, yaitu dengan memajukan Capres Jokowi sebelum Pemilihan Legistatif (Pileg) 2014,” tegas Sihol Manullang, Ketua Umum Barisan Relawan Jokowi Presiden (Relawan Jokowi atau Bara JP) kepada itoday di Jakarta Senin (7/10).

PDIP tidak bisa memandang remeh hasil-hasil survey selama ini, yang menempatkan Jokowi sebagai juara elektabilitas semua tokoh yang muncul. Survey terakhir adalah Stan Greenberg, konsultan politik Bill Clinton, dengan hasil 61% untuk Jokowi dan 28% untuk PDIP.

Untuk lembaga survey dalam negeri, hasil mencengangkan diperoleh Benua Institute di Padang Pariaman, elektabilitas Jokowi 48%. “Survey Padang Pariaman adalah order sebuah parpol penguasa sekarang, belum dipresentasikan,” ungkap Sihol.

Elektabilitas Jokowi yang jauh melampaui PDIP, adalah bukti bahwa Jokowi sudah menjadi milik semua golongan. Angka tersebut juga menjadi bukti valid, Jokowi akan menjadi magnet menarik semua nasionalis di semua partai untuk memilih PDIP.

“Memajukan Jokowi adalah juga cara sistematis membantu semua calon legistatif (caleg) PDIP, dengan mulus menjadi mayoritas di kursi dewan semua tingkatan. Mayoritas di dewan, membuat posisi Jokowi menjadi kuat sehingga konsentrasi bekerja,” katanya.

Politisi yang menjadi menteri, tipis kemungkinan untuk berhasil. Selain bukan profesional, kalkulator politisi tak sama dengan kalkulator masyarakat umum, mulai dari politik balas budi hingga pertimbangan di luar variabel kebijakan publik.

“Presiden SBY sesungguhnya adalah tipologi korban koalisi yang membuat Demokrat sebagai pemimpin koalisi yang malah teraniaya. Maka PDIP harus menjauhi koalisi, dengan memajukan Jokowi yang didukung lapisan tertentu semua partai yang ada,” jelasnya.

Sihol menyatakan tidak sependapat dengan ide Mulyana W Kusumah, di mana momentum koalisi yang ideal adalah sebelum Pileg. Sebaliknya, koalisi yang disusun sesudah Pileg, sama dengan amputasi demokrasi.

“Dengan dalih adagium politik selalu dinamis, politisi kita terlalu kreatif. Sudah banyak koalisi yang hancur. Keping-keping koalisi laksana cermin retak, wajah di cermin tak utuh lagi. Karena berkeping, misalnya, hingga kini harga daging sapi tetap tidak teratasi,” tuturnya.

Di era kepemimpinan Jokowi, hendaknya PDIP pun jangan mendikte Jokowi, justru PDIP harus membantu agar kabinet Jokowi adalah profesional di bidangnya. PDIP harus tulus membangun bangsa, bukan soal seberapa banyak kader PDIP yang menjadi menteri.

“Elektabilitas semua partai yang sudah mengumumkan Capres, sudah mencapai puncak dan pada posisi jenuh. Sedangkan elektabilitas PDIP, belum mencapai puncak, baru pada titik belok akan naik lagi. Kalau Jokowi dimajukan, elektabilitas PDIP akan sangat dekat dengan Jokowi,” katanya.

Karena hanya PDIP yang belum mengumumkan Capres, maka survey elektabilitas PDIP hanya akan akurat apabila PDIP sudah mengumumkan Capres. Suka tidak suka harus diakui, elektabilitas PDIP masih dalam pemanasan, akan naik signifikan setelah pengumuman Jokowi.

Berdasarkan tren hasil berbagai lembaga survey, menurut Sihol, elektabilitas Jokowi masih akan terus naik hingga di atas 75%. Bila memajukan Jokowi, PDIP sendiri akan tertolong sedikitnya memperoleh suara 45%. Kenaikan PDIP, dari nasionalis semua partai dan golput.

“Kami membuat formulasi gabungan grafik berbagai survey. Sumbu Y sebagai angka elektabilitas, sumbu X sebagai perioda waktu. Diperoleh formulasi sederhana yang secara linier naik meyakinkan,” ungkap Sihol, editor alih bahasa buku-buku matematika karya Hendry Ernest Dudeney.

Berdasarkan survey yang dilakukan Relawan Jokowi, pengumuman Capres Jokowi, PDIP  akan menyedot pemilih parpol lain, dan gelombang terbesar adalah dari golput. “Contohnya adalah kami sendiri di Relawan Jokowi, bisa disebut sebabagi golput yang melembaga, atau nasionalis yang berserakan,” katanya lagi. [itoday]

Lorem ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry.


EmoticonEmoticon