Jakarta, News Desa -- Kemacetan di Jakarta, menimbulkan sejumlah persoalan di berbagai aspek. Dan ternyata juga pernah berimbas langsung dalam upaya pemberantasan korupsi. Gara-gara lalu lintas yang padat di ibukota, operasi penangkapan KPK jadi gagal.
Peristiwa itu terjadi pada awal April 2012. Saat itu tim KPK tengah memonitor informasi mengenai pemberian uang kepada sejumlah anggota DPRD Riau, terkait penambahan anggaran yang diajukan Pemrpov Riau untuk pembangunan venue PON.
Sebanyak 13 anggota DPRD Riau ditangkap oleh penyidik. Sebagian di antaranya langsung ditetapkan sebagai tersangka. Sebagian lagi, sempat hanya berstatus sebagai saksi, namun belakangan juga mendapatkan status tersangka, karena menerima Rp 900 juta dari pihak PT Pembangunan Perumahan.
Nah pada penangkapan di tanggal 3 April 2012 itu, Gubernur Riau Rusli Zainal dan Kadispora Lukman Abbas tengah berada di Jakarta. Sebenarnya KPK menemukan indikasi lain di balik kasus itu. Uang Rp 900 juta yang diserahkan ke anggota DPRD Riau ternyata baru setengah dari jumlah keseluruhan uang suap. Rp 900 juta sisanya pada malam itu disebut-sebut dikirim melalui seorang kurir ke Jakarta.
KPK bukan tidak mengetahui informasi itu. Namun pada saat tim akan bergerak menyusul kurir yang membawa uang itu, tim terhadang kemacetan. Pada sore harinya, hujan lebat mengguyur Jakarta sehingga membuat lalu lintas malam itu cukup macet.
Rusli pun dipanggil untuk dikonfirmasi apakah uang itu ditujukan kepadanya yang saat itu berada di Jakarta atau bukan. Selain itu, juga beredar kabar, Rusli dan Lukman menemui pejabat di pemerintah pusat untuk melakukan lobi mengenai penambahan anggaran ini.
Rusli mengakui pada saat operasi penangkapan itu dia tengah berada di ibukota. "Saya di Jakarta rapat di Menko Kesra," tutur Rusli usai menjalani pemeriksaan sekitar delapan jam di kantor KPK, Jl Rasuna Said, Kuningan, Jaksel, Selasa (1/5/2012).
Rusli membantah terlibat dalam kasus ini. Dia juga membantah mengetahui atau menyetujui gelontoran uang Rp 1,8 miliar.
Belakangan Rusli dan Lukman juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Namun bagaimana nasib Rp 900 juta yang diduga dibawa ke Jakarta pada awal April 2012 itu, masih gelap.
Cerita soal operasi KPK lainnya datang dari mantan Dirut Bank Jabar Banten Umar Syarifuddin. Dia mangkir dua kali dari panggilan KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka. KPK mengalami kesulitan mencarinya gara-gara dia sembunyi di rumah seorang dukun.
Hingga akhirnya pada 30 Juli 2009, Umar diketahui berada di Rangkasbitung, Banten. Dia sudah berada di rumah dukun tersebut selama 10 hari.
Saat ditanya soal perlindungan dari Mbah Dukun, Umar membantah. Dia menyebut sedang berobat di rumah itu. [detik.com]
Peristiwa itu terjadi pada awal April 2012. Saat itu tim KPK tengah memonitor informasi mengenai pemberian uang kepada sejumlah anggota DPRD Riau, terkait penambahan anggaran yang diajukan Pemrpov Riau untuk pembangunan venue PON.
Sebanyak 13 anggota DPRD Riau ditangkap oleh penyidik. Sebagian di antaranya langsung ditetapkan sebagai tersangka. Sebagian lagi, sempat hanya berstatus sebagai saksi, namun belakangan juga mendapatkan status tersangka, karena menerima Rp 900 juta dari pihak PT Pembangunan Perumahan.
Nah pada penangkapan di tanggal 3 April 2012 itu, Gubernur Riau Rusli Zainal dan Kadispora Lukman Abbas tengah berada di Jakarta. Sebenarnya KPK menemukan indikasi lain di balik kasus itu. Uang Rp 900 juta yang diserahkan ke anggota DPRD Riau ternyata baru setengah dari jumlah keseluruhan uang suap. Rp 900 juta sisanya pada malam itu disebut-sebut dikirim melalui seorang kurir ke Jakarta.
KPK bukan tidak mengetahui informasi itu. Namun pada saat tim akan bergerak menyusul kurir yang membawa uang itu, tim terhadang kemacetan. Pada sore harinya, hujan lebat mengguyur Jakarta sehingga membuat lalu lintas malam itu cukup macet.
Rusli pun dipanggil untuk dikonfirmasi apakah uang itu ditujukan kepadanya yang saat itu berada di Jakarta atau bukan. Selain itu, juga beredar kabar, Rusli dan Lukman menemui pejabat di pemerintah pusat untuk melakukan lobi mengenai penambahan anggaran ini.
Rusli mengakui pada saat operasi penangkapan itu dia tengah berada di ibukota. "Saya di Jakarta rapat di Menko Kesra," tutur Rusli usai menjalani pemeriksaan sekitar delapan jam di kantor KPK, Jl Rasuna Said, Kuningan, Jaksel, Selasa (1/5/2012).
Rusli membantah terlibat dalam kasus ini. Dia juga membantah mengetahui atau menyetujui gelontoran uang Rp 1,8 miliar.
Belakangan Rusli dan Lukman juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Namun bagaimana nasib Rp 900 juta yang diduga dibawa ke Jakarta pada awal April 2012 itu, masih gelap.
Cerita soal operasi KPK lainnya datang dari mantan Dirut Bank Jabar Banten Umar Syarifuddin. Dia mangkir dua kali dari panggilan KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka. KPK mengalami kesulitan mencarinya gara-gara dia sembunyi di rumah seorang dukun.
Hingga akhirnya pada 30 Juli 2009, Umar diketahui berada di Rangkasbitung, Banten. Dia sudah berada di rumah dukun tersebut selama 10 hari.
Saat ditanya soal perlindungan dari Mbah Dukun, Umar membantah. Dia menyebut sedang berobat di rumah itu. [detik.com]
EmoticonEmoticon