Oleh : Zamzam (Wartawan Harian Terbit)
-
-
SUNGGUH ironis penegakan HAM di Indonesia, karena sejumlah kasus yang terjadi di masa sebelum dan sesudah reformasi meletus, banyak yang tidak diselesaikan ke persidangan selama tahun 2012. Komnas HAM telah berupaya mengungkap sejumlah pelanggaran tetapi tidak ada yang dibawa ke pengadilan HAM.
Penyelesaian kasus-kasus HAM tampaknya hanya sebatas angan-angan dan lebih cendrung dijadikan sebagai komoditas politik. Setiap menjelang pemilihan umum dan pemilihan presiden, kasus HAM kerap dijadikan bahan kampanye yang empuk untuk menarik dukungan, terutama terhadap mereka yang keluarganya menjadi korban pelanggaran HAM.
Namun sedihnya, setelah pemerintahan baru terpilih janji untuk menyelesaikan pelanggaran HAM itu hanya sebatas janji. Belum ada pelaku yang berhasil dibawa ke pengadilan.
Direktur Strata Institute Hendardi berpendapat tidak adanya political willl yang serius menjadi hambatan utama tersendat-sendatnya penyelesaian kasus-kasus HAM. Hal ini, menurutnya karena sebagian yang melakukan pelanggaran HAM itu masih berpengaruh di negera ini.
Akibatnya dari rezim ke rezim pelanggaran HAM tidak pernah terselesaikan. “Itu memperlihatkan tidak ada kemauan dari SBY selaku presiden pilihan rakyat untuk menyelesaikan pelanggaran HAM,” ujar Hendardi.
Menurut Hendardi bisa saja karena pelaku pelanggaran HAM itu diduga kuat dari kalangan militer. Ini barangkali kendala penyelesaian HAM di Indonesia jika presiden berasal dari kalangan militer.
Namun tidak juga! Dari militer atau tidak yang menjadi pemimpin di negerti ini bukan tolak ukur terhambatnya penyelesaian kasus-kasus HAM? Lihat saja ketika Presiden dari kalangan sipil, pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi di masa sebelum reformasi maupun sesudah juga tidak ada yang selesai.
Kasus tragedi 1965-1966 yang saat ini sedang diselidiki Komnas HAM, misalnya. Berkas kasus ini bulan lalu terpaksa dikembalikan Kejaksaan Agung ke Komnas HAM. Jaksa Agung Basrief Arief meminta penyelidik melakukan pemeriksaan tambahan terhadap beberapa saksi untuk mengetahui siapa yang harus bertanggungjawab dalam kasus itu. Kejaksaan Agung mengembalikan berkas kasus karena dinilai kurang cukup bukti. Sekitar enam halaman petunjuk yang diberikan oleh kejakgung supaya dipenuhi Komnas HAM.
Selain kasus 1965-1966, beberapa kasus pelanggaran HAM juga sulit diungkap, bahkan sepertinya sudah terlupakan oleh pemerintah. Antara lain kasus pembunuhan aktivis Munir. Kasus penculikan aktivis 1997/1998. Ketika itu sekitar 23 aktivis pro-demokrasi diculik saat menjelang Pemilu 1997 dan Sidang Umum MPR 1998. Kasus ini juga pernah ditangani oleh Komisi HAM, namun hingga saat ini tak jelas. Kasus penembakan mahasiswa Trisakti. (bersambung)
Sumber: Harian Terbit, 29 Desember 2012
EmoticonEmoticon