Menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah, karena ia harus bertanggungjawab penuh atas kepemimpinannya, terlebih diakhirat kelak. Salah satu yang akan dipertanggungjawabkan yaitu kemampuannya dalam mengendalikan amarah terhadap bawahannya.
Dalam ilmu kepemimpinan, seorang pemimpin harus mengawali kepemimpinannya dengan mengendalikan emosi. Pemimpin yang mudah marah, dapat dipastikan dia tidak disukai. Kehadirannya membawa ketidaknyamanan. Kata-katanya cenderung menyudutkan bahkan melukai.
Dan, pemimpin pemarah berdampak pada munculnya budaya ABS (Asal Bapak Senang) apa yang dikerjakan bawahan tidak disertai ketulusan hati. Akibatnya laporan tidak benar, keputusan tidak benar, organisasi pun kandas di tengah jalan. Pada akhirnya pemimpin pemarah tidak membangun sinergi dengan yang di dalamnya.
Kita masih ingat akan konsep motivasi dan manipulasi: Dalam konsep motivasi, seseorang bergerak untuk mengerjakan sesuatu atas dorongan dari dalam diri. Sehingga apa yang dikerjakan disertai ketulusan hati. Lain halnya dengan manipulasi. Seseorang bergerak tidak diikuti dari dalam jiwanya sehingga yang dikerjakan ogah-ogahan. Selama ada pemimpin dia manut, dibelakang menggerutu.
Dalam ilmu kepemimpinan, seorang pemimpin harus mengawali kepemimpinannya dengan mengendalikan emosi. Pemimpin yang mudah marah, dapat dipastikan dia tidak disukai. Kehadirannya membawa ketidaknyamanan. Kata-katanya cenderung menyudutkan bahkan melukai.
Dan, pemimpin pemarah berdampak pada munculnya budaya ABS (Asal Bapak Senang) apa yang dikerjakan bawahan tidak disertai ketulusan hati. Akibatnya laporan tidak benar, keputusan tidak benar, organisasi pun kandas di tengah jalan. Pada akhirnya pemimpin pemarah tidak membangun sinergi dengan yang di dalamnya.
Kita masih ingat akan konsep motivasi dan manipulasi: Dalam konsep motivasi, seseorang bergerak untuk mengerjakan sesuatu atas dorongan dari dalam diri. Sehingga apa yang dikerjakan disertai ketulusan hati. Lain halnya dengan manipulasi. Seseorang bergerak tidak diikuti dari dalam jiwanya sehingga yang dikerjakan ogah-ogahan. Selama ada pemimpin dia manut, dibelakang menggerutu.
Begitu halnya, dengan konsep marah. Orang yang disuruh dengan kata-kata marah, dia cenderung mengerjakan atas dasar takut. Akbatnya kalau tidak yang ditakuti, dia tidak akan bergerak.
Marah bukanlah aib. Rasul saja pernah marah dikala pembagian ghanimah ada salah satu sahabatnya berkata: "Nabi Muhammad tidak adil. Kenapa kita yang berperang, yang datang jauh-jauh dari Madinah tidak mendapatkan apa-apa, tapi orang Quraisy yang baru masuk Islam mendapat begitu banyak?"
Marah bukanlah aib. Rasul saja pernah marah dikala pembagian ghanimah ada salah satu sahabatnya berkata: "Nabi Muhammad tidak adil. Kenapa kita yang berperang, yang datang jauh-jauh dari Madinah tidak mendapatkan apa-apa, tapi orang Quraisy yang baru masuk Islam mendapat begitu banyak?"
Nabi menjawab: "Kalau Allah dan rasulnya dianggap tidak adil, maka siapa lagi yang adil. Mereka pulang membawa kabing dan unta, tapi kaliang pulang membawa Nabi." Seketika itu, mereka menangis. Kemarahan Rasul tersebut, akhirnya reda.
Oleh karena itu, hati-hati bagi calon pemimpin. Pandai-pandailah mengukur kemampuan mengendalikan amarah. Hindari sikap marah, rumusnya cepat marah, cepat reda. Semoga Allah memberi kita kemampuan mengendalikannya. Amiin. Wallahu 'alam bishawab.
Oleh karena itu, hati-hati bagi calon pemimpin. Pandai-pandailah mengukur kemampuan mengendalikan amarah. Hindari sikap marah, rumusnya cepat marah, cepat reda. Semoga Allah memberi kita kemampuan mengendalikannya. Amiin. Wallahu 'alam bishawab.
Sumber :abatasa
EmoticonEmoticon