BANDA ACEH - Pengamat ekonomi Aceh, Prof Dr Raja Masbar MSc, mengungkapkan bahwa ekonomi Aceh sedang sakit. Istilah tersebut ia gunakan untuk menggambarkan kondisi ekonomi Aceh saat ini yang sangat tergantung pada sektor primer seperti pertanian dan pertambangan, tanpa diimbangi pertumbuhan di sektor jasa dan industri pengolahan.
Akibatnya, nilai ekspor Aceh dari sektor pertanian rendah karena yang diekspor bukan merupakan bahan jadi, tetapi masih berupa bahan mentah (bahan baku). “Hal ini tidak memberi dampak signifikan pada perkembangan ekonomi di Aceh,” katanya.
Raja Masbar memaparkan perkembangan perekonomian Aceh itu dalam seminar Kebijakan Fiskal dan Perkembangan Ekonomi Terkini Tahun 2013 yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di Sulthan Hotel Banda Aceh, Selasa (30/4). Dari Kemenkeu hadir Kepala Bidang (Kabid) Analisis Sektor Riil Badan Kebijakan Fiskal, Subkhan.
Menurut mantan Dekan Fakultas Ekonomi Unsyiah ini, jika saja ekonomi Aceh di sektor skunder atau tersier seperti jasa dan industri pengolahan tumbuh sedikit saja, ia yakin hal itu akan mampu mendorong penciptaan lapangan kerja yang jauh lebih besar.
“Tapi untuk bekerja di sektor sekunder atau tersier perlu pendidikan atau softskill yang cukup. Masalahnya dengan mutu pendidikan Aceh yang masih rendah, tidak bisa menunjang sektor tersebut. Itulah mengapa banyak yang bekerja di sektor primer,” terangnya.
Diharapkan, ke depannya Aceh bisa mengekspor bahan jadi atau minimal bahan setengah jadi. Dengan demikian, dapat membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, Raja Masbar juga mengharapkan agar anggaran yang sudah diberikan Pemerintah Pusat dapat dialokasikan secara tearah dan tepat sasaran. Sehingga semua program untuk mendukung pertumbuhan ekonomi bisa berjalan lancar.
Ekspor Aceh Perlu Diperbaiki
SEMENTARA itu, Kabid Analisis Sektor Riil Badan Kebijakan Fiskal, Subkhan, dalam paparannya lebih banyak menjelaskan soal perkembangan perekonomian Indonesia terkini, di antaranya mengenai masalah yang dihadapi Indonesia sekarang dan tantangan ke depan.
Sedangkan terkait dengan kondisi ekonomi Aceh, pernyataannya tidak jauh berbeda dengan apa yang disampaikan Prof Dr Raja Masbar.
Kepada wartawan seusai seminar tersebut, Subkhan, mengatakan, bahwa Aceh termasuk wilayah dengan nilai ekspor tinggi di Indonesia. Di saat kondisi nilai ekspor nasional mengalami defisit, kondisi ekspor Aceh justru mengalami surplus.
“Dalam hal ekspor impor, Aceh memiliki nilai yang bagus. Hanya saja ekspor Aceh masih banyak dalam bentuk bahan baku dan hal ini perlu diperbaiki. Jadi tidak hanya bahan baku yang diekspor, tapi bahan baku tersebut diolah lebih dalam lagi menjadi lebih bagus sehingga nilai ekspornya juga bertambah sehingga mendorong peningkatan perekonomian Aceh sendiri,” katanya.(sr)
Sumber: Serambi Indonesia
Akibatnya, nilai ekspor Aceh dari sektor pertanian rendah karena yang diekspor bukan merupakan bahan jadi, tetapi masih berupa bahan mentah (bahan baku). “Hal ini tidak memberi dampak signifikan pada perkembangan ekonomi di Aceh,” katanya.
Raja Masbar memaparkan perkembangan perekonomian Aceh itu dalam seminar Kebijakan Fiskal dan Perkembangan Ekonomi Terkini Tahun 2013 yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di Sulthan Hotel Banda Aceh, Selasa (30/4). Dari Kemenkeu hadir Kepala Bidang (Kabid) Analisis Sektor Riil Badan Kebijakan Fiskal, Subkhan.
Menurut mantan Dekan Fakultas Ekonomi Unsyiah ini, jika saja ekonomi Aceh di sektor skunder atau tersier seperti jasa dan industri pengolahan tumbuh sedikit saja, ia yakin hal itu akan mampu mendorong penciptaan lapangan kerja yang jauh lebih besar.
“Tapi untuk bekerja di sektor sekunder atau tersier perlu pendidikan atau softskill yang cukup. Masalahnya dengan mutu pendidikan Aceh yang masih rendah, tidak bisa menunjang sektor tersebut. Itulah mengapa banyak yang bekerja di sektor primer,” terangnya.
Diharapkan, ke depannya Aceh bisa mengekspor bahan jadi atau minimal bahan setengah jadi. Dengan demikian, dapat membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, Raja Masbar juga mengharapkan agar anggaran yang sudah diberikan Pemerintah Pusat dapat dialokasikan secara tearah dan tepat sasaran. Sehingga semua program untuk mendukung pertumbuhan ekonomi bisa berjalan lancar.
Ekspor Aceh Perlu Diperbaiki
SEMENTARA itu, Kabid Analisis Sektor Riil Badan Kebijakan Fiskal, Subkhan, dalam paparannya lebih banyak menjelaskan soal perkembangan perekonomian Indonesia terkini, di antaranya mengenai masalah yang dihadapi Indonesia sekarang dan tantangan ke depan.
Sedangkan terkait dengan kondisi ekonomi Aceh, pernyataannya tidak jauh berbeda dengan apa yang disampaikan Prof Dr Raja Masbar.
Kepada wartawan seusai seminar tersebut, Subkhan, mengatakan, bahwa Aceh termasuk wilayah dengan nilai ekspor tinggi di Indonesia. Di saat kondisi nilai ekspor nasional mengalami defisit, kondisi ekspor Aceh justru mengalami surplus.
“Dalam hal ekspor impor, Aceh memiliki nilai yang bagus. Hanya saja ekspor Aceh masih banyak dalam bentuk bahan baku dan hal ini perlu diperbaiki. Jadi tidak hanya bahan baku yang diekspor, tapi bahan baku tersebut diolah lebih dalam lagi menjadi lebih bagus sehingga nilai ekspornya juga bertambah sehingga mendorong peningkatan perekonomian Aceh sendiri,” katanya.(sr)
Sumber: Serambi Indonesia
EmoticonEmoticon