Sesuatu yang unik dengan negeri ini, yang kurang baik alias jelek sepertinya selalu menjadi trend ditengah-tengah bangsa Indonesia. Anda mungkin masih ingat trend film horror, galau dan lainnya cukup menjadi sejarah dalam trend di negeri Indonesia. Sebelumnya Lelang Jabatan Camat dan Lurah di Pemda DKI telah kita kritisi melalui Apakah Lelang Jabatan sesuai Peraturan Kepegawaian berlanjut pada bagian ke-2 dan bagian ke-3 dan hasilnya kita merekomendasikan agar dihentikan Lelang Jabatan Camat Lurah di Pemprov DKI. Maka untuk untuk itu lebih cocok kata demam yang disandingkan dengan kata lelang jabatan.
Sudah pantas rasanya kata demam dilekatkan dengan lelang jabatan, karena belum habis episode lelang jabatan Camat Lurah hangat dibicarakan. Lelang jabatan kembali mewabah dengan menjadi topik pembicaraan para tokoh dan elit bangsa. Anda pasti sudah mendengar jabatan Kapolri yang masih di jabat Jendral Polisi Timur Pradopo diwacanakan untuk dilelang. Jabatan Kapolri menjadi lebih sensitif karena bukan hanya jabatan karir namun juga mempunyai tingkat sensifitas yang tinggi karena berkaitan dengan keamanan. Pada jabatan sipil murni saja lelang jabatan ini tidak direkomendasikan dilakukan, apalagi pada jabatan Kapolri yang nota bene aparatur bersenjata yang tentu berbahaya bagi kesatuan negara Indonesia.
Dari segi aturan sudah barang tentu wacana ini tidak ada dalam kamus Undang-undang no 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, sehingga mubazir jika kita membahas berdasarkan peraturan yang ada. Disamping itu berdasarkan pengalaman diskusi pada saat kita kritisi lelang jabatan Camat dan Lurah melalui jejaring sosial sepertinya peraturan perundang-undangan tidak lagi menjadi aturan yang harus dipatuhi baik itu melalui jejaring sosial facebook, twitter dan google. Maka untuk itu kita hanya membahas dari sudut sederhana saja yaitu jabatan karir dan jabatan politis serta ancaman bahaya bagi negeri ini.
Kepolisian sama dengan aparatur negara/pegawai negeri lainnya seperti TNI dan PNS yang merupakan jabatan Karir. Oleh karena itu pengangkatan anggota polri dalam satu jabatan mengikuti kaidah jabatan karir. Jabatan karir dipilih sudah jelas dengan kualifikasi tertentu hirarki, ada jenjang kepangkatan dan jalur karir yang harus dijalani oleh pegawai negeri. Dan Pejabat karir itu bertanggungjawab kepada negara melalui pejabat negara/Pejabat Politis.
Berbeda dengan pejabat politis yang dipilih melalui pemilu dan bertanggungjawab kepada konstituennya atau masyarakat. Dan untuk Negara Indonesia pertanggungjawaban pejabat politis dilakukan melalui wakil rakyat atau DPR/DPRD.
Oleh karena itu ketika disinggungkan dengan kata lelang maka yang terjadi adalah rusaknya tatanan jenjang karir sekaligus melanggar aturan yang ada. Disamping itu lelang pada jabatan karir akan menurunkan loyalitas kepada negara karena telah terbagi pada proses pemilihan dan ini berpotensi politisasi jabatan politik sebagaimana kisah ini telah kita angkat dalam tulisan Sejarah KORPRI sebagai Abdi Negara atau Abdi Penguasa? Bercerminlah pada sejarah, apakah kita memang seperti keledai yang bisa jatuh pada lubang yang sama. Apalagi yang dilelang adalah jabatan pemegang senjata dan bertanggungjawab dengan keamanan tentu akan lebih mendekatkan polri pada kelompok kepentingan yang pada akhirnya mengancam kesatuan NKRI.
Untuk pengangkatan Kapolri saat ini cukup melihat dari senioritas, track recordnya dan kemungkinan masih menjabat selama 2 tahun setelah diangkat tentu pilihan itu bisa jatuh pada beberapa nama seperti Komjen Pol Anang Iskandar (Kepala BNN), Komjen Pol Sutarman (Kabareskrim Polri), Komjen Pol Budi Gunawan (Kalemdikpol Polri), Irjen Pol Putut Eko Bayuseno (Kapolda Metro Jaya), Irjen Pol Tubagus Anis Angkawijaya (Kapolda Jawa Barat), Irjen Pol Tito Karnavian (Kapolda Papua), Irjen Pol Anas Yusuf (Kapolda Kalimantan Timur) atau beberapa nama lain lagi.
Apakah mesti hanya dengan beberapa nama calon Kapolri mesti dilakukan lelang, dari sudut biaya saja, sudah tentu lelang akan menambah pengeluaran. Jika kurang tranparan, tentu ada track record yang bersangkutan, bukan hanya pihak kepolisian yang memiliki data ini. Media, masyarakat termasuk kompolnas tentu telah mengikuti jejak rekam dari masing-masing kandidat. Dengan data jejak rekam ini tentu akan membantu pimpinan dalam mengambil keputusan. Jejak rekam ini yang perlu menjadi perhatian dalam jenjang karir Pegawai negri baik PNS, TNI dan Kepolisian sendiri.
Semoga lelang jabatan ini hanya merupakan bumbu pembicaraan yang tidak terlaksana. Dan semoga terpilih Kapolri yang terbaik untuk mengemban amanah menjaga keamanan ditengah krisis kepercayaan masyarakat, sehingga perlu dilakukan langkah-langkah bagaimana mengembalikan kembali kepercayaan masyarakat terhadap polri. Disamping itu juga pemilu dan pilpres sudah dekat, tentu kita menginginkan pemilu yang damai dan menghasilkan wakil rakyat yang aspiratif dan presiden yang mengayomi. Tentu kesiapan Polri dalam pengamanan pemilu dan pilpres 2014 sangat diperlukan. Majulah Polri dan Jayalah Indonesia.
Sumber: www.ib.ayobai.org
EmoticonEmoticon