Jakarta, News Desa -- Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum kini nyaris tidak bisa melakoni aktivitas politik resmi pasca ‘dihadiahi’ status tersangka kasus dugaan gratifikasi mobil Toyota Harrier di proyek Hambalang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mungkin publik tak akan percaya. bahwa untuk menggulingkan Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, sebagaimana dilansir oleh laman Jurnal3, Sabtu, 30 November 2013 / 12:59 WIB |dibutuhkan biaya hingga US$ 60 juta atau Rp 550 miliar. Itupun gagal!
Namun, apa yang terjadi saat ini, KPK sendiri terkesan bingung untuk menjebloskan Anas ke balik jeruji besi. Alasan sedang melengkapi berkas diyakini adalah dalih KPK untuk menutupi rasa malu karena minimnya bukti untuk menjerat Anas, yang diduga sudah terburu-buru ditetapkan sebagai tersangka.
Apalagi di KPK tidak mengenal tradisi SP3 (surat perintah penghentian penyidikan), seperti yang ada di Polri atau Deponering yang dimiliki Kejaksaan.Karena itu, apapun yang terjadi KPK harus menemukan bukti kesalahan dan dosa Anas. Entah bagaimana caranya.
Namun, tahu dan percayakah publik Indonesia bahwa hampir 2 tahun silam, rencana menjadikan Anas sebagai tersangka kasus Hambalang dimulai.
Opini untuk membentuk Anas sebagai seorang koruptor handal gencar dimainkan melalui berbagai media massa kala itu. Mulai dari adanya kesaksian soal money politics di Kongres Partai Demokrat di Bandung 2010 hingga keterlibatan di proyek Hambalang.
Mudah dikenali kalau itu sebuah rekayasa. Mengapa? Karena bukan hanya Anas yang menjadi kandidat satu-satunya di Kongres Bandung saat itu, tapi ada juga Marzuki Alie dan Andi Alfian Mallarangeng. Namun, ada rekayasa opini seolah-olah hanya Anas yang bermain main money politics dan menang.
Sebagai politisi yang kenyang dengan pengalaman, bukan tanpa alasan Anas pernah sesumbar kalau ia pernah berkata “Saya tidak korupsi sesen pun di Hambalang. Kalau ada, gantung Anas di Monas”. Anas bukan orang bodoh yang gampang mengumbar pernyataan jika ia memang melakoni perbuatan korupsi di proyek Hambalang.
Lalu, serangan media yang membentuk opini tentang Anas begitu hebat. Melihat kekuatannya tak seimbang, Anas memilih bersikap diam.
Banyak publik yang tak percaya, kalau ada fakta digelarnya sebuah operasi khusus untuk menggulingkan Anas dari kursi Ketua Umum Partai Demokrat dan penggalangan opini di publik menguras biaya hingga US$ 60 juta atau sekitar Rp 550 miliar.
Dana besar itu dicairkan sebanyak 2 termin melalui salah satu bank nasional Bank MYP. Bahkan untuk pencairan termin ke-2 sebesar US$ 30 juta diserahkan di Bangkok, Thailand pada Mei 2012 lalu.
Namun yang terjadi, operasi-operasi khusus itu selalu gagal menjungkalkan Anas. Akhirnya, digelarlah pertemuan 33 DPD Partai Demokrat di Cikeas malam pada Juni 2012 lalu disinyalir untuk membahas penggusuran Anas sebagai ketua umum. Terbukti, sebagai ketua umum saat itu Anas tidak diundang.
Hanya 2 dari 33 DPD I yang menyetujui Anas harus digulingkan melalui Kongres Luar Biasa (KLB), yakni Sumatera Utara (Sumut) dan Bali. Yang lainnya menolak, karena mereka tahu Anas adalah korban rekayasa.
Informasi yang diperoleh menyebut, kegagalan operasi ini disebabkan :
1. Founding Father Partai Demokrat tidak pernah setuju dan merestui ada operasi penggusuran Anas, karena tahu konsekuensinya.
2. Rencana untuk menjerat Anas melalui jeratan hukum diketahui dan posisi Anas tetap kuat, khususnya di kalangan DPC tingkat kabupaten/kota di Indonesia.
3. Meski efektif dan berhasil membunuh karakter Anas melalui kampanye dan penggalangan opini di publik, namun tidak efektif untuk bisa menjatuhkan Anas.
4. Banyak tokoh-tokoh yang terlibat dala operasi khusus itu mulai kecewa dan mempertanyakan efektivitas operasi khusus dan pertanggung jawaban dana operasi yang nilainya mencapai US$ 60 juta.
5. Mulai terjadi aksi saling tuduh dan fitnah kepada sosok kepala operasi khusus yang dikait-kaitkan dengan kehidupan pribadinya dengan seseorang yang tinggal dan menetap di Perth, Australia.
6. Karena ada kekecewaan, maka tim operasi yang awalnya solid mulai retak dan ada orang dalam tim operasi yang membocorkan strategi keluar dan didengar oleh Anas
Sumber: Aktual.co
Mungkin publik tak akan percaya. bahwa untuk menggulingkan Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, sebagaimana dilansir oleh laman Jurnal3, Sabtu, 30 November 2013 / 12:59 WIB |dibutuhkan biaya hingga US$ 60 juta atau Rp 550 miliar. Itupun gagal!
Namun, apa yang terjadi saat ini, KPK sendiri terkesan bingung untuk menjebloskan Anas ke balik jeruji besi. Alasan sedang melengkapi berkas diyakini adalah dalih KPK untuk menutupi rasa malu karena minimnya bukti untuk menjerat Anas, yang diduga sudah terburu-buru ditetapkan sebagai tersangka.
Apalagi di KPK tidak mengenal tradisi SP3 (surat perintah penghentian penyidikan), seperti yang ada di Polri atau Deponering yang dimiliki Kejaksaan.Karena itu, apapun yang terjadi KPK harus menemukan bukti kesalahan dan dosa Anas. Entah bagaimana caranya.
Namun, tahu dan percayakah publik Indonesia bahwa hampir 2 tahun silam, rencana menjadikan Anas sebagai tersangka kasus Hambalang dimulai.
Opini untuk membentuk Anas sebagai seorang koruptor handal gencar dimainkan melalui berbagai media massa kala itu. Mulai dari adanya kesaksian soal money politics di Kongres Partai Demokrat di Bandung 2010 hingga keterlibatan di proyek Hambalang.
Mudah dikenali kalau itu sebuah rekayasa. Mengapa? Karena bukan hanya Anas yang menjadi kandidat satu-satunya di Kongres Bandung saat itu, tapi ada juga Marzuki Alie dan Andi Alfian Mallarangeng. Namun, ada rekayasa opini seolah-olah hanya Anas yang bermain main money politics dan menang.
Sebagai politisi yang kenyang dengan pengalaman, bukan tanpa alasan Anas pernah sesumbar kalau ia pernah berkata “Saya tidak korupsi sesen pun di Hambalang. Kalau ada, gantung Anas di Monas”. Anas bukan orang bodoh yang gampang mengumbar pernyataan jika ia memang melakoni perbuatan korupsi di proyek Hambalang.
Lalu, serangan media yang membentuk opini tentang Anas begitu hebat. Melihat kekuatannya tak seimbang, Anas memilih bersikap diam.
Banyak publik yang tak percaya, kalau ada fakta digelarnya sebuah operasi khusus untuk menggulingkan Anas dari kursi Ketua Umum Partai Demokrat dan penggalangan opini di publik menguras biaya hingga US$ 60 juta atau sekitar Rp 550 miliar.
Dana besar itu dicairkan sebanyak 2 termin melalui salah satu bank nasional Bank MYP. Bahkan untuk pencairan termin ke-2 sebesar US$ 30 juta diserahkan di Bangkok, Thailand pada Mei 2012 lalu.
Namun yang terjadi, operasi-operasi khusus itu selalu gagal menjungkalkan Anas. Akhirnya, digelarlah pertemuan 33 DPD Partai Demokrat di Cikeas malam pada Juni 2012 lalu disinyalir untuk membahas penggusuran Anas sebagai ketua umum. Terbukti, sebagai ketua umum saat itu Anas tidak diundang.
Hanya 2 dari 33 DPD I yang menyetujui Anas harus digulingkan melalui Kongres Luar Biasa (KLB), yakni Sumatera Utara (Sumut) dan Bali. Yang lainnya menolak, karena mereka tahu Anas adalah korban rekayasa.
Informasi yang diperoleh menyebut, kegagalan operasi ini disebabkan :
1. Founding Father Partai Demokrat tidak pernah setuju dan merestui ada operasi penggusuran Anas, karena tahu konsekuensinya.
2. Rencana untuk menjerat Anas melalui jeratan hukum diketahui dan posisi Anas tetap kuat, khususnya di kalangan DPC tingkat kabupaten/kota di Indonesia.
3. Meski efektif dan berhasil membunuh karakter Anas melalui kampanye dan penggalangan opini di publik, namun tidak efektif untuk bisa menjatuhkan Anas.
4. Banyak tokoh-tokoh yang terlibat dala operasi khusus itu mulai kecewa dan mempertanyakan efektivitas operasi khusus dan pertanggung jawaban dana operasi yang nilainya mencapai US$ 60 juta.
5. Mulai terjadi aksi saling tuduh dan fitnah kepada sosok kepala operasi khusus yang dikait-kaitkan dengan kehidupan pribadinya dengan seseorang yang tinggal dan menetap di Perth, Australia.
6. Karena ada kekecewaan, maka tim operasi yang awalnya solid mulai retak dan ada orang dalam tim operasi yang membocorkan strategi keluar dan didengar oleh Anas
Sumber: Aktual.co
EmoticonEmoticon