Oleh Apridar
-
AWAL Februari 2013 lalu, ketika saya diwawancarai oleh beberapa media di Lhokseumawe tentang isu pendidikan, saya menawarkan bahwa Pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf, memiliki peluang untuk mendesain prioritas pembangunan pendidikan Aceh sebagai satu potensi perekonomian Aceh ke depan.Kemudian, Haji Sjamsul Kahar saat menyampaikan kuliah umum yang bertemakan “Tantangan dan Peluang Praktik Jurnalisme Modern berbasis Tripple M (Multimedia, Multichannel, dan Multiplatform)” di Gedung Akademic Center Cunda (ACC) Unimal Cunda, Lhokseumawe, Sabtu (9/3), mengatakan bahwa Universitas Malikussaleh (Unimal) berperan penting dalam membangkitkan kembali pertumbuhan ekonomi masyarakat Aceh Utara dan Lhokseumawe yang mulai menurun setelah migas berakhir.
Menurut Pemimpin Umum Harian Serambi Indonesia itu, Unimal bisa membangun Lhokseumawe dan Aceh Utara lebih baik lagi dari nilai investasi LNG Arun, karena Unimal bisa membangun ekonomi masyarakat Aceh Utara yang fundamental dengan lulusan terdidik dan terampil yang dimilikinya.
Tawaran ini bukan cet langet, melainkan kita sudah teruji secara sejarah. Bagaimana, misalnya, Darussalam, yang dulu termasuk kawasan tertinggal, kini menjadi kawasan transaksi jasa dan satu pusat ekonomi di Banda Aceh. Dalam hal ini, saya menawarkan kepada Pemerintah Aceh dan Parlemen Aceh, harus menunjukkan keberpihakan yang jelas terhadap sektor pendidikan jika ingin menjadikan Aceh sebagai kota pendidikan yang berdampak bagi sektor ekonomi.
Zaini Abdullah-Muzakir Manaf harus benar-benar serius memformulasikan sistem pendidkan Aceh yang berdampak bagi perekonomian Aceh jangka panjang. Untuk itu, Pemerintah Aceh harus berani melakukan investasi dalam sektor pendidikan. Satu caranya adalah besar harapan harus adanya keberpihakan anggaran untuk sektor pendidikan diperbesar bukan justru diperkecil.
Membangun pendidikan yang berkelanjutan dan berdampak bagi pembangunan ekonomi tidak cocok lagi dengan slogan-slogan, tapi karya nyata yang perlu ditunjukkan. Sudah saatnya, pendidikan menjadi leading sector dalam pembangunan Aceh di bawah Zaini-Muzakir. Saat ini, hampir setiap negara telah menjadikan pendidikan sebagai bagian terpenting dalam melakukan perubahan terhadap sistem pendidikan nasionalnya.
Dalam hal ini, ada dua domain mendesak yang perlu dilakukan dalam penguatan pembangunan pendidikan Aceh. Domain pertama adalah manajemen dalam perspektif organisasi, sumber daya guru/dosen. Sedangkan domain kedua adalah substansi yang operasional seperti implimentasi kurikukulum yang sustainable.
Domain manajemen harus dimulai dari perencanaan, organisasi sampai dengan kebijakan pendidikan yang holistik untuk dapat membawa manfaat bagi seluruh warga Aceh. Sedangkan domain kurikulum, harus benar-benar dirancang untuk pembangunan Aceh jangka panjang. Karena pendidikan yang baik adalah pendidikan yang berjalan dalam jalur yang sesuai dengan manajemen yang sistematis dan komprehensif.
Bila manajemen pendidikan tidak diperkuat, maka akan menimbulkan permasalahan dalam aspek perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian kualitas pendidikan Aceh. Akibat tidak optimalnya pendayagunaan anggaran dan sumber daya guru/dosen bagi penguatan pendidikan Aceh, maka peringkat buruk dalam skala nasional selalu menghantui pendidikan kita. Ke depan, Pemerintah Aceh perlu memikirkan untuk mendesai pembangunan pendidikan yang berkualitas dan juga berdampak bagi pembangunan ekonomi masyarakat Aceh.
Dilihat secara geografis dan demografis, kawasan Aceh Utara-Lhokseumawe memiliki nilai tawar berbasis ekonomi dalam pembangunan pendidikan Aceh jangka panjang. Provinsi Aceh, setidaknya telah sukses menjadikan kawasan Darussalam menjadi kawasan transaksi ekonomi dan jasa. Begitu banyak sumber daya manusia terserap menjadi tenaga-tenaga yang terampil.
Jadi tidak mustahil, bila Pemerintah Aceh di bawah Zaini-Muzakir membuat terobasa spektakuler dengan menciptakan kawasan Lhokseumawe sebagai kota pelajar baru, setelah Darussalam, di Banda Aceh. Jika ini dilakukan oleh Pemerintah Aceh, maka tidak mustahil ke depan branding Lhokseumawe berubah menjadi kota pelajar.
Selama ini, Lhokseumawe dan Aceh Utara dikenal dengan kota industri. Namun branding kota industri segera hilang, karena bahan bakunya sudah mulai habis. Aceh Utara yang sebelumnya dikenal sebagai daerah pertanian berubah menjadi kawasan industri. Sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui ini dikuras dengan teknologi canggih, membuat nama Lhokseumawe dikenal seantero dunia sebagai penyumbang gas alam yang besar. Sehingga Indonesia menjadikan Aceh sebagai daerah penyumbang energi bagi keberlangsungan hidup masyarakat nasional.
Kesempatan emas tersebut kurang dimanfaatkan oleh pemerintah daerah untuk menyejahterakan masyarakatnya dalam waktu jangka panjang. Hal ini terlihat dengan tidak adanya blueprint yang jelas untuk Aceh pascahabisnya gas alam dan minyak. Padahal semua orang tahu gas minyak bumi pasti akan habis dan lama sekali baru dapat diperbarui. Sedikit sekali ada pemikiran apalagi tindakan terhadap alternatif antisipasi ketika sumber daya alam habis.
Belum terlambat, jika Pemerintah Aceh memiliki keinginan untuk menjadikan pendidikan sebagai leading sector dengan cara mendesain Lhokseumawe dari kota industri menjadi kota jasa pada bidang pendidikan atau disebut sebagai Kota Pelajar. Hal ini tidak berlebihan, karena Lhokseumawe dulunya yang dikenal sebagai kerajaan Pasee dengan memiliki keuntungan dari segi geografi yang sentral di kawasan pesisir Aceh. Dan, diuntungkan secara demografi dimana jumlah penduduk Aceh sebagian besarnya mendiami kawasan pesisir.
Saat ini, kita terlalu sibuk melihat prospek pembangunan ekonomi dengan waktu temporer. Kita lupa bahwa sektor pendidikan ternyata bisa menjadi satu katalisator bagi upaya meningkatkan pembangunan ekonomi jangka panjang di Aceh. Ini bukanlah sesuatu yang mustahil diwujudkan, mengingat di beberapa negara, telah menjadikan sektor jasa bidang pendidikan sebagai sumber pendapatan negaranya.
Kita di Aceh, berharap semoga Pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Zaini Abdullah-Muzakir Manaf, serius dan peduli, serta berkenan menjadikan pendidikan sebagai leading sector pembangunan ekonomi masyarakat Aceh ke depan. Satu strateginya adalah dengan memberikan dukungan finansial untuk ekspansi kampus-kampus di Aceh.
Sehubungan dengan itu, ke depan kita mengharapkan pula kiranya kawasan Pasee dipenuhi dengan para cendikia, yang senantiasa dinantikan karya-karyanya untuk mencerahkan dan mencerdaskan, serta menyejahterakan masyarakat Aceh. Semoga!
* Apridar, M.Si, Rektor Universitas Malikussaleh (Unimal), Lhokseumawe. Email: apridarunimal@yahoo.com
Editor : bakri
SUMBER : SERAMBI INDONESIA, 18 MARET 2013
EmoticonEmoticon