NEWSDESA.Com - Akhirnya terjawablah sudah, siapa yang dipilih untuk menjadi calon tunggal Kapolri yang diajukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke DPR-RI.
Presiden Sby telah menyetujui calon kepala kepolisian RI yang diajukan oleh Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo dan selanjutnya akan diajukan kepada DPR RI.
“Presiden telah menerima usulan nama dari Pak Timur Pradopo dan dalam waktu dekat, insya allah tidak terlalu lama…akan segera diajukan ke DPR RI nama calon kapolri yang baru pengganti Pak Timur Pradopo,” kata Juru bicara Presiden Julian Aldrin Pasha di Kompleks Istana Presiden Jakarta, Jumat (27/9/2013).
Julian mengatakan pengajuan usulan calon Kapolri kepada Presiden dari Timur Pradopo diterima kepala negara pada Kamis (26/9/2013) lalu.
“Yang pasti itu sudah sesuai dengan UU nomor 2 tahun 2002 tentang kepolisian negara RI dan juga Presiden sudah mempertimbangkan dari kompolnas selain dari nama yang diusulkan Kapolri sendiri. Karena dalam peraturan presiden nomor 17 tahun 2011 tentang Kompolnas, memberikan masukan dan saran, pertimbangan pada presiden terkait pencalonan kapolri baik pengangkatan maupun perberhentian kapolri. Telah dipertimbangkan oleh Presiden usulan itu,” tuturnya.
Ia mengatakan calon Kapolri tersebut, sesuai peraturan memiliki sejumlah persyaratan.
“Tentunya adalah perwira polisi aktif dan masih memiliki masa aktif sebelum pensiun di usia 58 tahun sampai 2 tahun ke depan dan perlu ditegaskan di sini adalah perhitungan seorang yang dianggap memasuki pensiun dalam posisi kapolri adalah pada bulan di mana yang bersangkutan itu lahir terhitung satu bulan berikutnya,” katanya.
Siapakah perwira tinggi Polri yang dipilih oleh Presiden Sby ?
Komjen Sutarman menjadi calon tunggal pengganti Kapolri Jenderal Timur Pradopo.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso yang telah menerima surat dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Baru tadi pagi jam 10.00 WIB lewat telah kami terima surat dari istana tentang pengangkatan dan pemberhentian Kapolri. Pak SBY hanya mengajukan satu nama Komjen Sutarman untuk direncanakan diangkat menggantikan Pak Timur karena alasan memasuki pensiun dan sudah menjabat 2 thn 11 bulan,” ujar Priyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (27/9/2013).
Dengan dipilihnya nama Sutarman sebagai calon tunggal Kapolri, maka terlihat dengan jelas angka formasi angkatan yang disusun dan ditetapkan oleh Presiden untuk memimpin TNI / Polri yaitu 78-81.
Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Budiman adalah lulusan Akabri tahun 1978 dengan predikat lulusan terbaik di angkatannya dari matra darat. Budiman adalah peraih penghargaan ADHI MAKAYASA dari perwakilan TNI AD.
Sedangkan di Polri, posisi Wakapolri dipegang oleh perwira tinggi lulusan Akpol tahu 1978 yaitu Komjen Oegroseno. Pelantikan Oegroseno sebagai Wakapolri untuk menggantikan Komjen Nanan Soekarna dilaksanakan pada tanggal 2 Agustus 2013. Oegroseno sendiri hanya punya waktu yang sangat singkat untuk bertugas sebagai polisi yang aktif sebab ia akan pensiun per tanggal 1 Maret 2014.
Sebelumnya, di penghujung tahun 2012 lalu, Oegroseno sempat akan diangkat sebagai Kepala BNN yang baru. Akan tetapi karena terbentur pada masalah usia kedinasan, sesuai dengan Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 pasal 69.
Undang-Undang Narkotika memang membatasi usia Kepala BNN yang dilantik maksimal harus 56 tahun.
Kembali ke masalah formasi 78-81 dalam hal pemilihan pimpinan TNI / POLRI, di level yang lebih tinggi, posisi Panglima TNI dijabat oleh Jenderal TNI Moedoko yang merupakan lulusan terbaik alias peraih bintang penghargaan Adhi Makayasa.
Dan dengan diajukannya nama Komjen Sutarman sebagai calon tunggal Kapolri, maka Moeldoko yang berasal dari angkatan 1981 tidak sendirian sebab kini rekan satu angkatannya yaitu dari angkatan 1978 akan segera menjadi Kapolri yang baru.
Bagaimanakah profil dari calon tunggal Kapolri Komjen Polisi Sutarman ?
Komjen Pol Drs. Sutarman lahir di Sukoharjo, Jawa Tengah, 5 Oktober 1957.
Ia merupakan Kabareskrim Polri sejak 6 Juli 2011 untuk menggantikan Komjen Ito Sumardi Ds yang pensiun.
Sutarman tercatat pernah menduduki sejumlah jabatan penting.
Pada tahun 2000, dia adalah Ajudan Presiden RI pemerintahan Abdurrahman Wahid. Kemudian akhir 2004, dia menjabat Kapolwiltabes Surabaya, lantas berturut-turut sebagai Kapolda Kepri, Kaselapa Lemdiklat Polri, lalu Kapolda Jabar dan Kapolda Metro Jaya.
Jenderal bintang tiga ini uniknya pernah menggantikan Timur Pradopo (kini Kapolri) di dua tempat, yakni Polda Jabar dan Polda Metro Jaya.
Sutarman adala lulusan terbaik dari kepolisian dari jajaran Akpol tahun 1981 dan meraih penghargaan bintang Adhi Makayasa.
Begitu juga halnya dengan Panglima TNI Moeldoko dan KSAD Budiman, kedua perwira tinggi TNI inipun merupakan lulusan terbaik di angkatannya dan meraih penghargaan bintang Adhi Makayasa,
Dua faktor terpenting yang tampaknya menjadi syarat tak tertulis dari Presiden Sby atas pencalonan Sutarman sebagai Kapolri yaitu :
- Sutarman juga merupakan lulusan terbaik yang meraih bintang Adhi Makayasa (seperti halnya Moeldoko dan Budiman).
- Sutarman memiliki rekam jejak yang cukup baik dalam pengabdiannya selama ini sebagai polisi, diantaranya adalah pernah menjabat sebagai Kapolda untuk ukuran tipe tertinggi kelasnya di Indonesia yaitu tipe AK. Satu-satunya Polda yang memiliki tingkat ukuran dan kelas yang paling tinggi di Indonesia adalah Polda Metro Jaya.
Polda merupakan satuan pelaksana utama Kewilayahan yang berada di bawah Kapolri. Polda bertugas menyelenggarakan tugas Polri pada tingkat kewilayahan. Polda dipimpin oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Kapolda), yang bertanggung jawab kepada Kapolri. Kapolda dibantu oleh Wakil Kapolda (Wakapolda).
Polda membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Resor (Polres).
Ada tiga tipe Polda, yakni Tipe A-K, Tipe A dan Tipe B.
Polda Tipe A-K saat ini hanya terdapat 1 Polda, yaitu Polda Metro Jaya.
Polda Tipe A-K dan Tipe A dipimpin seorang perwira tinggi berpangkat Inspektur Jenderal (Irjen), sedangkan Tipe B dipimpin perwira tinggi berpangkat Brigadir Jenderal (Brigjen).
Setiap Polda menjaga keamanan sebuah Provinsi.
Terlepas dari formasi angka angkatan 78-81 yang menjadi pilihan Presiden Sby untuk mengangkat para pimpinan TNI / Polri, ada satu faktor yang sangat fatal ditabrak dan diabaikan oleh Istana Kepresidenan dalam hal pemilihan nama Sutarman yaitu faktor usia.
Calon Kapolri minimal memiliki usia dan masa kedinasan 2 tahun aktif saat dia dilantik sebagai Kapolri yang baru.
Terhitung tanggal 1 November 2013 mendatang, maka usia dan masa dinas Sutarman pada institusi Polri mulai berkurang dan sudah bukan 2 tahun aktif lagi.
Sutarman hanya bisa disebut berusia dan memiliki sisa masa kedinasan 2 tahun aktif hanya sampai tanggal 31Oktober 2013.
Selanjutnya, mulai tanggal 1 November 2013 dan seterusnya, masa aktif Sutarman sudah bukan 2 tahun lagi tetapi mulai berkurang satu per satu dalam hitungan hari.
Jika surat pengajuan nama calon Kapolri dari Presiden Sby diterima oleh DPR tanggal 27 September 2013, maka seluruh fraksi di DPR memiliki waktu sampai 20 hari ke depan untuk mempelajari pencalonan Sutarman.
DPR memang mendapatkan tenggang waktu sekitar 20 hari untuk mempelajari, termasuk berkenan menolak usulan Presiden RI tentang Kapolri baru.
Berdasarkan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 di atas, yakni pada pasal 11 (3), “persetujuan dan penolakan DPR harus diberikan waktu 20 hari”.
Berdasarkan aturan tentang masalah ini maka DPR baru bisa menjadwalkan pengujian Sutarman untuk menjalani fit and proper test sesudah tanggal 17 Oktober 2013 mendatang alias pada paruh minggu terakhir di bulan Oktober 2013.
Apalagi kalau DPR mengulur waktu dan tidak bisa menuntaskan proses pengesahan nama Sutarman sebagai calon Kapolri baru yang disetujui pencalonannya oleh Dewan sebelum akhir bulan Oktober mendatang, maka masa aktis Sutarman sudah bukan 2 tahun lagi.
Jika pelantikan Sutarman sebagai Kapolri baru dilaksanakan sesudah tanggal 31 Oktober 2013 maka masa aktif Sutarman sudah bukan 2 tahun.
Jika dalam setahun ada 365 hari maka pada tanggal 1 November 2013, masa kedinasan Sutarman dalam institusi Polri hanya tersisa 1 tahun 364 hari. Dan begitu seterusnya hitung-hitungan tentang masa kedinasan Sutarman di jajaran kepolisian.
Setelah masuknya surat pencalonan resmi dari Presiden Sby ke DPR tentang pencalonan Sutarman pada hari Jumat (27/9/2013) kemarin, maka tahapan selanjutnya adalah menjadwalkan proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) bagi Sutarman di Komisi III DPR-RI.
Proses fit and proper test calon Kapolri di DPR (dari mulai pengujian di hadapan anggota Komisi III DPR-RI sampai pengesahan dan keputusan untuk menyetujui nama calon Kapolri dalam rapat paripurna DPR-RI), biasanya akan memakan waktu sampai 1 bulan.
Maka dapat diperkirakan, pelantikan Sutarman sebagai Kapolri yang baru akan dilaksanakan pada awal bulan November 2013.
Sehingga kalau Sutarman dilantik menjadi Kapolri baru memasuki periode bulan November mendatang, maka ia sudah lagi perwira tinggi yang memiliki masa kedinasan 2 tahun aktif sebagai polisi tetapi masa kedinasannya hanya tinggal 1 tahun 11 bulan saja.
Dalam hal pengangkatan Sutarman sebagai calon Kapolri, tampaknya Presiden Sby mengakomodir sepenuhnya saran dan masukan satu arah dari Komisi Kepolisian atau Kompolnas yang dipimpin oleh Menko Polhukkam Djoko Suyanto.
Jika benar bahwa pencalonan nama Sutarman hanya berdasarkan masukan searah dari Kompolnas, dan mengabaikan serta tidak melibatkan Mabes Polri dalam hal penunjukan calon Kapolri yang baru, maka hal ini sangat disayangkan.
Terlepas dari tugas dan wewenang dari Kompolnas, Mabes Polri tetap harus dilibatkan dan berperan sepenuhnya dalam hal proses pergantian Kapolri.
Kemudian, berbeda dari sebelumnya yaitu saat Presiden terperangkap dalam polemik masalah usia dalam hal pengangkatan Kepala BNN, kali ini Presiden Sby agak selamat dari ikatan dalam hal aturan dan perundang-undangan yang berlaku tentang masa kedinasan calon Kapolri.
Persyaratan menjadi Kepala BNN sangat jelas mengatur secara eksplisit bahwa batas usia calon Kepala BNN harus 56 tahun saat dicalonkan.
Sedangkan untuk calon Kapolri, Undang Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian, memang tidak mengatur dan tidak mengikat secara eksplisit bahwa calon Kapolri harus memiliki sisa masa kedinasan 2 tahun di jajaran kepolisian.
Hal ihwal pemberhentian dan pengangkatan Kapolri baru, diatur dalam pasal 11 Undang Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Polri, tercantum sebagai berikut :
Pasal 11
(1) Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.
(2) Usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh Presiden kepada Dewan
Perwakilan Rakyat disertai dengan alasannya.
(3) Persetujuan atau penolakan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap usul Presiden
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan dalam jangka waktu paling
lambat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal surat Presiden diterima oleh
Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan jawaban dalam waktu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), calon yang diajukan oleh Presiden dianggap
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
(5) Dalam keadaan mendesak, Presiden dapat memberhentikan sementara Kapolri dan
mengangkat pelaksana tugas Kapolri dan selanjutnya dimintakan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.
(6) Calon Kapolri adalah Perwira Tinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier.
(7) Tata cara pengusulan atas pengangkatan dan pemberhentian Kapolri sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (6) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
(8) Ketentuan mengenai pengangkatan dan pemberhentian dalam jabatan selain yang
dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.
Setelah masuknya surat resmi dari Presiden Sby ke DPR tentang pencalonan Sutarman sebagai Kapolri yang baru, maka kelanjutan dan kelancaran pencalonan Sutarman akan masuk dalam ranah politik.
Masing-masng fraksi di DPR yang akan menentukan, apakah mereka akan menerima dan akan memaklumi keputusan Presiden Sby yang menabrak persyaratan tentang masa kedinasan seorang calon Kapolri yang harusnya masih berdinas minimal 2 tahun lagi di jajaran kepolisian.
Diperkirakan, pencalonan Sutarman memang akan berjalan mulus di DPR.
Sekali lagi bahwa dalam hal pencalonan Sutarman sebagai calon tunggal Kapolri untuk menggantikan Jenderal Timur Pradopo, Presiden Sby akan diselamatkan oleh tidak adanya aturan perundang-undangan yang mengikat tentang masa dinas 2 tahun aktif bagi calon Kapolri.
Berbeda halnya saat pemilihan Kepala BNN di penghujung tahun 2012 lalu, dimana Undang Undang memang mengikat dan mengatur secara jelas bahwa batas usia calon Kepala BNN maksimal 56 tahun saat dicalonkan sebagai Kepala BNN yang baru.
Sutarman memang sudah harus bergeser dari posisinya sebagai Kabareskrim Polri.
Ia dilantik sebagai Kabareskrim tanggal 6 Juli 2011.
Itu artinya, Sutarman sudah menjabat sebagai Kabareskrim Polri selama 2 tahun 3 bulan.
Jika Sutarman tak terpilih sebagai Kapolri, tak ada posisi yang bisa diberikan kepada perwira tinggi yang satu ini.
Sementara kalau ia tidak digeser sebagai Kabareskrim Polri maka regenerasi serta pola permutasian dalam internal Polri sesuai pengaturan yang berlandaskan pada sistem “tour of duty tour of area” akan mengalami kemacetan yang sangat fatal dalam stuktur organisasi Polri, khususnya Bareskrim.
Sutarman juga harus mengubah cara bersosialisasinya selama ini kepada masyarakat dan media massa.
Ia satu-satunya pejabat Kabareskrim dalam sejarah yang tidak pernah bisa dihubungi oleh kalangan pers melalui telepon, bahkan dalam situasi yang sudah sangat mendesak saat terjadi kasus-kasus besar di Indonesia.
Sutarman sangat membatasi komunikasi dan pergaulannya dengan pers sebab ia hanya memberikan eksklusivitas dan informasi pada segelintir media yang dianggapnya sudah ia kenal sejak lama.
Kecenderungan untuk berperilaku sebagai pejabat yang diskriminatif seperti ini, sudah harus ditinggalkan oleh Sutarman jika kelak ia resmi menjadi Kapolri.
Sutarman harus sadar sepenuhnya bahwa para wartawan atau PERS adalah mitra dari jajaran kepolisian.
Sutarman harus sadar bahwa PERS adalah pilar ke-4 dari DEMOKRASI, diluar sistem pemerintahan.
Pers tak perlu dijauhi, tak boleh diabaikan, tak boleh dicederai rasa keadilan dan kebebasannya dalam mencari informasi, sebab segala sesuatu yang dilakukan dan diberitakan oleh kalangan jurnalis adalah demi kepentingan rakyat.
Pers bukan warga negara kelas dua yang bisa diperlakukan seenaknya dengan sewenang-wenang.
Pers bertugas untuk menyampaikan informasi yang akurat, cepat dan tepat kepada masyarakat, termasuk tentang kinerja dari jajaran kepolisian.
Jika Sutarman tidak menganggap pers penting dan tidak menganggap pers sebagai mitra penting, mau jadi apa Polri jika Sutarman menjadi Kapolri ?
Apalagi Sutarman akan bertugas disaat Indonesia akan memasuki masa terpenting dalam proses dan pelaksanaan demokratisasi yaitu menyongsong pelaksanaan pemilihan umum di tahun 2014 mendatang.
Beruntunglah Sutarman bahwa sepanjang ia menjadi Kabareskrim, ia sempat didampingi oleh seorang Wakil yang dapat menutupi dan mengimbangi ketidak-mampuan Sutarman bergaul dan memperlakukan pers secara adil dan manusiawi.
Irjen Polisi Saud Usman Nasution sempat menjadi Wakabreskrim, sepanjang Sutarman menjadi Kabareskrim, hingga akhirnya Saud Usman Nasution dipindahkan menjadi Kapolda Sumatera Selatan untuk meredam gejolak yang terjadi di wilayah tersebut pasca terjadinya penyerangan oknum TNI di Polres OKU beberapa bulan lalu.
Saud Usman Nasution yang adalah Mantan Komandan Densus 88 Anti Teror yang justru mampu berkomunikasi dengan kalangan pers, terutama disaat pers membutuhkan konfirmasi segera terhadap kasus-kasus tertentu yang harus segera diberitakan.
Tetapi ke dalam internal Polri, terutama sepanjang Sutarman menjadi Kabareskrim, satu hal yang sangat menonjol dan patut dipuji dari Sutarman adalah bagaimana ia tetap berupaya memompa semangat bawahan dan menjaga soliditas.
Dua kali dalam seminggu, seluruh jajaran Bareskrim Polri, diwajibkan mengikuti apel pagi yang dipimpin langsung oleh Sutarman, dimana dalam apel pagi ini seluruh penyidik dan jajaran Bareskrim akan dikumpulkan dan berkesempatan berbincang-bincang dengan Kabareskrim.
Kebiasaan Sutarman untuk selalu menjaga soliditas dalam internal Polri, terutama mencairkan dan membuka sekat-sekat batasan yang kaku antara seorang atasan dan bawahan, harus terus ia pertahankan sepanjang memimpin Polri.
Kini, bola pemilihan Kapolri baru sudah diserahkan ke tangan para anggota dewan yang terhormat.
Masyarakat hanya tinggal menunggu, kapan Komisi III akan menjadwalkan Sutarman untuk menjalani proses fit and proper test.
Selanjutnya, setelah Sutarman berhasil melalui tahapan fit and proper test tersebut, DPR akan mengesahkan persetujuan mereka terhadap pencalonan Sutarman lewat rapat paripurna.
Baru pada akhirnya nanti, yang justru menjadi puncak dari seluruh rangkaian proses pergantian Kapolri yang sudah berkepanjangan polemiknya selama 5 bulan terakhir ini adalah pelantikan Sutarman sebagai Kapolri baru di Istana Kepresidenan.
Jadi, yang bisa diucapkan disini adalah “Selamat Datang dan Selamat Bertugas Formasi Angkatan 78-81 dalam memimpin Institusi TNI/POLRI”.
Masa kedinasan 2 tahun aktif untuk calon Kapolri sudah tak perlu diberlakukan lagi pasca penunjukan Sutarman sebagai calon tunggal Kapolri.
Sebab, itulah yang namanya HAK PREROGATIF PRESIDEN.
Sumber: indonesia kata kami
Presiden Sby telah menyetujui calon kepala kepolisian RI yang diajukan oleh Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo dan selanjutnya akan diajukan kepada DPR RI.
“Presiden telah menerima usulan nama dari Pak Timur Pradopo dan dalam waktu dekat, insya allah tidak terlalu lama…akan segera diajukan ke DPR RI nama calon kapolri yang baru pengganti Pak Timur Pradopo,” kata Juru bicara Presiden Julian Aldrin Pasha di Kompleks Istana Presiden Jakarta, Jumat (27/9/2013).
Julian mengatakan pengajuan usulan calon Kapolri kepada Presiden dari Timur Pradopo diterima kepala negara pada Kamis (26/9/2013) lalu.
“Yang pasti itu sudah sesuai dengan UU nomor 2 tahun 2002 tentang kepolisian negara RI dan juga Presiden sudah mempertimbangkan dari kompolnas selain dari nama yang diusulkan Kapolri sendiri. Karena dalam peraturan presiden nomor 17 tahun 2011 tentang Kompolnas, memberikan masukan dan saran, pertimbangan pada presiden terkait pencalonan kapolri baik pengangkatan maupun perberhentian kapolri. Telah dipertimbangkan oleh Presiden usulan itu,” tuturnya.
Ia mengatakan calon Kapolri tersebut, sesuai peraturan memiliki sejumlah persyaratan.
“Tentunya adalah perwira polisi aktif dan masih memiliki masa aktif sebelum pensiun di usia 58 tahun sampai 2 tahun ke depan dan perlu ditegaskan di sini adalah perhitungan seorang yang dianggap memasuki pensiun dalam posisi kapolri adalah pada bulan di mana yang bersangkutan itu lahir terhitung satu bulan berikutnya,” katanya.
Siapakah perwira tinggi Polri yang dipilih oleh Presiden Sby ?
Komjen Sutarman menjadi calon tunggal pengganti Kapolri Jenderal Timur Pradopo.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso yang telah menerima surat dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Baru tadi pagi jam 10.00 WIB lewat telah kami terima surat dari istana tentang pengangkatan dan pemberhentian Kapolri. Pak SBY hanya mengajukan satu nama Komjen Sutarman untuk direncanakan diangkat menggantikan Pak Timur karena alasan memasuki pensiun dan sudah menjabat 2 thn 11 bulan,” ujar Priyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (27/9/2013).
Dengan dipilihnya nama Sutarman sebagai calon tunggal Kapolri, maka terlihat dengan jelas angka formasi angkatan yang disusun dan ditetapkan oleh Presiden untuk memimpin TNI / Polri yaitu 78-81.
Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Budiman adalah lulusan Akabri tahun 1978 dengan predikat lulusan terbaik di angkatannya dari matra darat. Budiman adalah peraih penghargaan ADHI MAKAYASA dari perwakilan TNI AD.
Sedangkan di Polri, posisi Wakapolri dipegang oleh perwira tinggi lulusan Akpol tahu 1978 yaitu Komjen Oegroseno. Pelantikan Oegroseno sebagai Wakapolri untuk menggantikan Komjen Nanan Soekarna dilaksanakan pada tanggal 2 Agustus 2013. Oegroseno sendiri hanya punya waktu yang sangat singkat untuk bertugas sebagai polisi yang aktif sebab ia akan pensiun per tanggal 1 Maret 2014.
Sebelumnya, di penghujung tahun 2012 lalu, Oegroseno sempat akan diangkat sebagai Kepala BNN yang baru. Akan tetapi karena terbentur pada masalah usia kedinasan, sesuai dengan Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 pasal 69.
Undang-Undang Narkotika memang membatasi usia Kepala BNN yang dilantik maksimal harus 56 tahun.
Kembali ke masalah formasi 78-81 dalam hal pemilihan pimpinan TNI / POLRI, di level yang lebih tinggi, posisi Panglima TNI dijabat oleh Jenderal TNI Moedoko yang merupakan lulusan terbaik alias peraih bintang penghargaan Adhi Makayasa.
![]() |
Komjen Sutarman (di sebelah kiri) dan Jenderal Moeldoko (di sebelah kanan) | Images | Indonesia Kata Kami |
Bagaimanakah profil dari calon tunggal Kapolri Komjen Polisi Sutarman ?
Komjen Pol Drs. Sutarman lahir di Sukoharjo, Jawa Tengah, 5 Oktober 1957.
Ia merupakan Kabareskrim Polri sejak 6 Juli 2011 untuk menggantikan Komjen Ito Sumardi Ds yang pensiun.
Sutarman tercatat pernah menduduki sejumlah jabatan penting.
Pada tahun 2000, dia adalah Ajudan Presiden RI pemerintahan Abdurrahman Wahid. Kemudian akhir 2004, dia menjabat Kapolwiltabes Surabaya, lantas berturut-turut sebagai Kapolda Kepri, Kaselapa Lemdiklat Polri, lalu Kapolda Jabar dan Kapolda Metro Jaya.
Jenderal bintang tiga ini uniknya pernah menggantikan Timur Pradopo (kini Kapolri) di dua tempat, yakni Polda Jabar dan Polda Metro Jaya.
Sutarman adala lulusan terbaik dari kepolisian dari jajaran Akpol tahun 1981 dan meraih penghargaan bintang Adhi Makayasa.
Begitu juga halnya dengan Panglima TNI Moeldoko dan KSAD Budiman, kedua perwira tinggi TNI inipun merupakan lulusan terbaik di angkatannya dan meraih penghargaan bintang Adhi Makayasa,
Dua faktor terpenting yang tampaknya menjadi syarat tak tertulis dari Presiden Sby atas pencalonan Sutarman sebagai Kapolri yaitu :
- Sutarman juga merupakan lulusan terbaik yang meraih bintang Adhi Makayasa (seperti halnya Moeldoko dan Budiman).
- Sutarman memiliki rekam jejak yang cukup baik dalam pengabdiannya selama ini sebagai polisi, diantaranya adalah pernah menjabat sebagai Kapolda untuk ukuran tipe tertinggi kelasnya di Indonesia yaitu tipe AK. Satu-satunya Polda yang memiliki tingkat ukuran dan kelas yang paling tinggi di Indonesia adalah Polda Metro Jaya.
Polda merupakan satuan pelaksana utama Kewilayahan yang berada di bawah Kapolri. Polda bertugas menyelenggarakan tugas Polri pada tingkat kewilayahan. Polda dipimpin oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Kapolda), yang bertanggung jawab kepada Kapolri. Kapolda dibantu oleh Wakil Kapolda (Wakapolda).
Polda membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Resor (Polres).
Ada tiga tipe Polda, yakni Tipe A-K, Tipe A dan Tipe B.
Polda Tipe A-K saat ini hanya terdapat 1 Polda, yaitu Polda Metro Jaya.
Polda Tipe A-K dan Tipe A dipimpin seorang perwira tinggi berpangkat Inspektur Jenderal (Irjen), sedangkan Tipe B dipimpin perwira tinggi berpangkat Brigadir Jenderal (Brigjen).
Setiap Polda menjaga keamanan sebuah Provinsi.
Terlepas dari formasi angka angkatan 78-81 yang menjadi pilihan Presiden Sby untuk mengangkat para pimpinan TNI / Polri, ada satu faktor yang sangat fatal ditabrak dan diabaikan oleh Istana Kepresidenan dalam hal pemilihan nama Sutarman yaitu faktor usia.
Calon Kapolri minimal memiliki usia dan masa kedinasan 2 tahun aktif saat dia dilantik sebagai Kapolri yang baru.
Terhitung tanggal 1 November 2013 mendatang, maka usia dan masa dinas Sutarman pada institusi Polri mulai berkurang dan sudah bukan 2 tahun aktif lagi.
Sutarman hanya bisa disebut berusia dan memiliki sisa masa kedinasan 2 tahun aktif hanya sampai tanggal 31Oktober 2013.
Selanjutnya, mulai tanggal 1 November 2013 dan seterusnya, masa aktif Sutarman sudah bukan 2 tahun lagi tetapi mulai berkurang satu per satu dalam hitungan hari.
Jika surat pengajuan nama calon Kapolri dari Presiden Sby diterima oleh DPR tanggal 27 September 2013, maka seluruh fraksi di DPR memiliki waktu sampai 20 hari ke depan untuk mempelajari pencalonan Sutarman.
DPR memang mendapatkan tenggang waktu sekitar 20 hari untuk mempelajari, termasuk berkenan menolak usulan Presiden RI tentang Kapolri baru.
Berdasarkan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 di atas, yakni pada pasal 11 (3), “persetujuan dan penolakan DPR harus diberikan waktu 20 hari”.
Berdasarkan aturan tentang masalah ini maka DPR baru bisa menjadwalkan pengujian Sutarman untuk menjalani fit and proper test sesudah tanggal 17 Oktober 2013 mendatang alias pada paruh minggu terakhir di bulan Oktober 2013.
Apalagi kalau DPR mengulur waktu dan tidak bisa menuntaskan proses pengesahan nama Sutarman sebagai calon Kapolri baru yang disetujui pencalonannya oleh Dewan sebelum akhir bulan Oktober mendatang, maka masa aktis Sutarman sudah bukan 2 tahun lagi.
Jika pelantikan Sutarman sebagai Kapolri baru dilaksanakan sesudah tanggal 31 Oktober 2013 maka masa aktif Sutarman sudah bukan 2 tahun.
Jika dalam setahun ada 365 hari maka pada tanggal 1 November 2013, masa kedinasan Sutarman dalam institusi Polri hanya tersisa 1 tahun 364 hari. Dan begitu seterusnya hitung-hitungan tentang masa kedinasan Sutarman di jajaran kepolisian.
Setelah masuknya surat pencalonan resmi dari Presiden Sby ke DPR tentang pencalonan Sutarman pada hari Jumat (27/9/2013) kemarin, maka tahapan selanjutnya adalah menjadwalkan proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) bagi Sutarman di Komisi III DPR-RI.
Proses fit and proper test calon Kapolri di DPR (dari mulai pengujian di hadapan anggota Komisi III DPR-RI sampai pengesahan dan keputusan untuk menyetujui nama calon Kapolri dalam rapat paripurna DPR-RI), biasanya akan memakan waktu sampai 1 bulan.
Maka dapat diperkirakan, pelantikan Sutarman sebagai Kapolri yang baru akan dilaksanakan pada awal bulan November 2013.
Sehingga kalau Sutarman dilantik menjadi Kapolri baru memasuki periode bulan November mendatang, maka ia sudah lagi perwira tinggi yang memiliki masa kedinasan 2 tahun aktif sebagai polisi tetapi masa kedinasannya hanya tinggal 1 tahun 11 bulan saja.
Dalam hal pengangkatan Sutarman sebagai calon Kapolri, tampaknya Presiden Sby mengakomodir sepenuhnya saran dan masukan satu arah dari Komisi Kepolisian atau Kompolnas yang dipimpin oleh Menko Polhukkam Djoko Suyanto.
Jika benar bahwa pencalonan nama Sutarman hanya berdasarkan masukan searah dari Kompolnas, dan mengabaikan serta tidak melibatkan Mabes Polri dalam hal penunjukan calon Kapolri yang baru, maka hal ini sangat disayangkan.
Terlepas dari tugas dan wewenang dari Kompolnas, Mabes Polri tetap harus dilibatkan dan berperan sepenuhnya dalam hal proses pergantian Kapolri.
Kemudian, berbeda dari sebelumnya yaitu saat Presiden terperangkap dalam polemik masalah usia dalam hal pengangkatan Kepala BNN, kali ini Presiden Sby agak selamat dari ikatan dalam hal aturan dan perundang-undangan yang berlaku tentang masa kedinasan calon Kapolri.
Persyaratan menjadi Kepala BNN sangat jelas mengatur secara eksplisit bahwa batas usia calon Kepala BNN harus 56 tahun saat dicalonkan.
Sedangkan untuk calon Kapolri, Undang Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian, memang tidak mengatur dan tidak mengikat secara eksplisit bahwa calon Kapolri harus memiliki sisa masa kedinasan 2 tahun di jajaran kepolisian.
Hal ihwal pemberhentian dan pengangkatan Kapolri baru, diatur dalam pasal 11 Undang Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Polri, tercantum sebagai berikut :
Pasal 11
(1) Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.
(2) Usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh Presiden kepada Dewan
Perwakilan Rakyat disertai dengan alasannya.
(3) Persetujuan atau penolakan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap usul Presiden
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan dalam jangka waktu paling
lambat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal surat Presiden diterima oleh
Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan jawaban dalam waktu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), calon yang diajukan oleh Presiden dianggap
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
(5) Dalam keadaan mendesak, Presiden dapat memberhentikan sementara Kapolri dan
mengangkat pelaksana tugas Kapolri dan selanjutnya dimintakan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.
(6) Calon Kapolri adalah Perwira Tinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier.
(7) Tata cara pengusulan atas pengangkatan dan pemberhentian Kapolri sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (6) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
(8) Ketentuan mengenai pengangkatan dan pemberhentian dalam jabatan selain yang
dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.
Setelah masuknya surat resmi dari Presiden Sby ke DPR tentang pencalonan Sutarman sebagai Kapolri yang baru, maka kelanjutan dan kelancaran pencalonan Sutarman akan masuk dalam ranah politik.
Masing-masng fraksi di DPR yang akan menentukan, apakah mereka akan menerima dan akan memaklumi keputusan Presiden Sby yang menabrak persyaratan tentang masa kedinasan seorang calon Kapolri yang harusnya masih berdinas minimal 2 tahun lagi di jajaran kepolisian.
Diperkirakan, pencalonan Sutarman memang akan berjalan mulus di DPR.
Sekali lagi bahwa dalam hal pencalonan Sutarman sebagai calon tunggal Kapolri untuk menggantikan Jenderal Timur Pradopo, Presiden Sby akan diselamatkan oleh tidak adanya aturan perundang-undangan yang mengikat tentang masa dinas 2 tahun aktif bagi calon Kapolri.
Berbeda halnya saat pemilihan Kepala BNN di penghujung tahun 2012 lalu, dimana Undang Undang memang mengikat dan mengatur secara jelas bahwa batas usia calon Kepala BNN maksimal 56 tahun saat dicalonkan sebagai Kepala BNN yang baru.
Sutarman memang sudah harus bergeser dari posisinya sebagai Kabareskrim Polri.
Ia dilantik sebagai Kabareskrim tanggal 6 Juli 2011.
Itu artinya, Sutarman sudah menjabat sebagai Kabareskrim Polri selama 2 tahun 3 bulan.
Jika Sutarman tak terpilih sebagai Kapolri, tak ada posisi yang bisa diberikan kepada perwira tinggi yang satu ini.
Sementara kalau ia tidak digeser sebagai Kabareskrim Polri maka regenerasi serta pola permutasian dalam internal Polri sesuai pengaturan yang berlandaskan pada sistem “tour of duty tour of area” akan mengalami kemacetan yang sangat fatal dalam stuktur organisasi Polri, khususnya Bareskrim.
Sutarman juga harus mengubah cara bersosialisasinya selama ini kepada masyarakat dan media massa.
Ia satu-satunya pejabat Kabareskrim dalam sejarah yang tidak pernah bisa dihubungi oleh kalangan pers melalui telepon, bahkan dalam situasi yang sudah sangat mendesak saat terjadi kasus-kasus besar di Indonesia.
Sutarman sangat membatasi komunikasi dan pergaulannya dengan pers sebab ia hanya memberikan eksklusivitas dan informasi pada segelintir media yang dianggapnya sudah ia kenal sejak lama.
Kecenderungan untuk berperilaku sebagai pejabat yang diskriminatif seperti ini, sudah harus ditinggalkan oleh Sutarman jika kelak ia resmi menjadi Kapolri.
Sutarman harus sadar sepenuhnya bahwa para wartawan atau PERS adalah mitra dari jajaran kepolisian.
Sutarman harus sadar bahwa PERS adalah pilar ke-4 dari DEMOKRASI, diluar sistem pemerintahan.
Pers tak perlu dijauhi, tak boleh diabaikan, tak boleh dicederai rasa keadilan dan kebebasannya dalam mencari informasi, sebab segala sesuatu yang dilakukan dan diberitakan oleh kalangan jurnalis adalah demi kepentingan rakyat.
Pers bukan warga negara kelas dua yang bisa diperlakukan seenaknya dengan sewenang-wenang.
Pers bertugas untuk menyampaikan informasi yang akurat, cepat dan tepat kepada masyarakat, termasuk tentang kinerja dari jajaran kepolisian.
Jika Sutarman tidak menganggap pers penting dan tidak menganggap pers sebagai mitra penting, mau jadi apa Polri jika Sutarman menjadi Kapolri ?
Apalagi Sutarman akan bertugas disaat Indonesia akan memasuki masa terpenting dalam proses dan pelaksanaan demokratisasi yaitu menyongsong pelaksanaan pemilihan umum di tahun 2014 mendatang.
Beruntunglah Sutarman bahwa sepanjang ia menjadi Kabareskrim, ia sempat didampingi oleh seorang Wakil yang dapat menutupi dan mengimbangi ketidak-mampuan Sutarman bergaul dan memperlakukan pers secara adil dan manusiawi.
Irjen Polisi Saud Usman Nasution sempat menjadi Wakabreskrim, sepanjang Sutarman menjadi Kabareskrim, hingga akhirnya Saud Usman Nasution dipindahkan menjadi Kapolda Sumatera Selatan untuk meredam gejolak yang terjadi di wilayah tersebut pasca terjadinya penyerangan oknum TNI di Polres OKU beberapa bulan lalu.
Saud Usman Nasution yang adalah Mantan Komandan Densus 88 Anti Teror yang justru mampu berkomunikasi dengan kalangan pers, terutama disaat pers membutuhkan konfirmasi segera terhadap kasus-kasus tertentu yang harus segera diberitakan.
Tetapi ke dalam internal Polri, terutama sepanjang Sutarman menjadi Kabareskrim, satu hal yang sangat menonjol dan patut dipuji dari Sutarman adalah bagaimana ia tetap berupaya memompa semangat bawahan dan menjaga soliditas.
Dua kali dalam seminggu, seluruh jajaran Bareskrim Polri, diwajibkan mengikuti apel pagi yang dipimpin langsung oleh Sutarman, dimana dalam apel pagi ini seluruh penyidik dan jajaran Bareskrim akan dikumpulkan dan berkesempatan berbincang-bincang dengan Kabareskrim.
Kebiasaan Sutarman untuk selalu menjaga soliditas dalam internal Polri, terutama mencairkan dan membuka sekat-sekat batasan yang kaku antara seorang atasan dan bawahan, harus terus ia pertahankan sepanjang memimpin Polri.
Kini, bola pemilihan Kapolri baru sudah diserahkan ke tangan para anggota dewan yang terhormat.
Masyarakat hanya tinggal menunggu, kapan Komisi III akan menjadwalkan Sutarman untuk menjalani proses fit and proper test.
Selanjutnya, setelah Sutarman berhasil melalui tahapan fit and proper test tersebut, DPR akan mengesahkan persetujuan mereka terhadap pencalonan Sutarman lewat rapat paripurna.
Baru pada akhirnya nanti, yang justru menjadi puncak dari seluruh rangkaian proses pergantian Kapolri yang sudah berkepanjangan polemiknya selama 5 bulan terakhir ini adalah pelantikan Sutarman sebagai Kapolri baru di Istana Kepresidenan.
Jadi, yang bisa diucapkan disini adalah “Selamat Datang dan Selamat Bertugas Formasi Angkatan 78-81 dalam memimpin Institusi TNI/POLRI”.
Masa kedinasan 2 tahun aktif untuk calon Kapolri sudah tak perlu diberlakukan lagi pasca penunjukan Sutarman sebagai calon tunggal Kapolri.
Sebab, itulah yang namanya HAK PREROGATIF PRESIDEN.
Sumber: indonesia kata kami
EmoticonEmoticon